Deiksis dalam Bahasa Mandailing
View/ Open
Date
2011Author
Hasibuan, Namsyah Hot
Advisor(s)
Siregar, Bahren Umar
Sibarani, Berlin
Gurning, Busmin
Metadata
Show full item recordAbstract
Deixis in bahasa Mandailing had specifically been selected an object of this research. To the best of my knowledge there hasn’t been research specifically on the same topic. Apart from this background deixis as the focus of the study is viewed to have an important function in language use. It is predictable that to describe something will be difficult if we do not use deictic expressions such as pronouns, demonstratives, terms of address. Deixis as it is perceived as an act of referring to entities by using certain linguistic expressions (deictic expression), has three main functions. Firstly, to represent the referent intended by the speaker into his utterance. Secondly, to specify the intended referent among possible referents, and the third one is, to direct the addressee’s attenton to the speaker’s intended referent.
There are three abbreviated questions as the focus pertaining with deixis in bahasa Mandailing, and the answers for them expected from this research. The questions are: (1) how is deictic expressions respectively used, (2) how do the linguistic deictic expressions in every kind of it emerge, and (3) what kind of uniqueness can be found in every kind of deixis.
Due to the qualitative-descriptive feature of this research, descriptive answers to those three questions would be a special informative source of deixis in bahasa Mandailing, and an additional information for pragmatic study of language. Data collection in obtaining the descriptions about the five kinds of deixis (personal, spacial, temporal, social, and discourse deixis) had been carried out. The last two kinds of deixis make this study different from the previous ones.
The process of data analysis was firstly conducted by classifying the kind of deixis according to the theoretical frame work. Linguistic elements classified theoretically as deixis expressions, then how they are used according to the field observation and the informant’s descriptions are described. The result of analysis showed that there are tendencies that the use of personal pronoun can not be separated from it’s term of kinship. Refering by using personal pronoun is influenced by the use of term of kinship. The use of personal pronoun is suggested to be accompanied by appropriate term of kinship, but the use of term of kinship does not need to be accompanied by personal pronoun. The numbers of bound forms of personal pronoun in bahasa Mandailing are more than that of it’s free forms. This occurs because of the existence of a number of free forms with more than one bound form. In spacial deixis of bahasa Mandailing, not all of the spacial expressions can directly be stated as deictic expressions. Therefore, criteria to define whether they are deictic are needed based on the speaker’s perspective. In addition, a symmetrical relation is found between the same kinds of it’s demonstratives in stating relative distance between the referent and the speaker, or between the referent to both speaker and the addressee. In terms of temporal deixis, the use of expression is the same as that in spacial deixis. The temporal expression will be deictic if the speaker is centre of deixis when he or she refers to something. There are three days before and after the day of referring which cannot be referred to with the names of the day because bahasa Mandailing has special deictic terms in referring to those days.
In terms of social deixis, the dominant use of kinship terms is found in referring to the addressee. It is possible to ignore the use of other terms if the terms used to refer consist of kinship terms. Referring to the addressee, kinship terms also informs the kinship relation between the addressee and the speaker. There are also several sole kinship terms that can be used to refer to different person. In practice, several phrasal kinship terms can be shortened only by using it’s nuclei.
In terms of discourse deixis, one certain deictic expression can be used to refer to a part of discourse which is being or will be refered. To know it’s referent, we need to understand it’s utterance context. If there is no part of discourse after it, it refers to the part of discourse being uttered. Penelitian ini secara khusus memilih deiksis dalam bahasa Mandailing sebagai objeknya. Sejauh yang penulis ketahui, belum ditemukan adanya penelitian khusus sebelumnya dengan topik yang sama. Deiksis sebagai pilihan objek penelitian, selain hal yang baru disebutkan, didasarkan juga pada pentingnya fungsi yang dimilikinya dalam penggunaan bahasa. Dapat diperkirakan, akan ditemukan kendala dalam menerangkan sesuatu apabila pelibatan deiksis (seperti penggunaan pronomina, demonstrativa, bentuk sapaan) tidak terdapat di dalamnya. Deiksis yang dapat dipersepsi sebagai tindak pengacuan terhadap sesuatu dengan unsur lingual tertentu (deictic expression) memiliki tiga fungsi penting. Yang pertama adalah menghadirkan acuan yang dimaksud oleh penutur ke dalam tuturannya. Kedua, menspesifikasi acuan tertentu dari sejumlah kemungkinan acuan, dan yang ketiga, untuk menggiring perhatian mitra tutur kepada acuan yang dimaksudkan oleh penutur.
Tiga masalah berkenaan dengannya telah dirumuskan sebagai fokus untuk dicarikan jawabannya melalui penelitian ini. Masalahnya adalah: (1) bagaimana setiap ekspresi deiksis digunakan, (2) bagaimana perwujudan lingual ekspresi deiksis dalam setiap jenisnya dimunculkan, dan (3) keunikan apa yang ditemukan dalam setiap jenis deiksis.
Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif-deskriptif, hasil pemerian, sebagai jawaban terhadap ketiga masalah tersebut akan menjadi bahan informatif tentang deiksis bahasa Mandailing pada khususnya, dan kajian pragmatik pada umumnya. Sebagai upaya untuk diperolehnya hasil informatif tersebut, telah dilakukan pengumpulan data dari lima jenis deiksis, yang meliputi deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis sosial, dan deiksis wacana. Penyertaan dua jenis terakhir merupakan hal yang membuat hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian tentang deiksis sebelumnya.
Proses analisis data diawali melalui metode klasifikasi menurut masing-masing jenis deiksisnya dalam kerangka teori. Unsur lingual yang diklasifikasi sebagai ekspresi deiksis berdasarkan kerangka teoretis yang digunakan, selanjutnya, diperikan, bagaimana masing-masing digunakan berdasarkan pengamatan lapangan dan informasi dari para informan. Dari paparan dan analisis, diperoleh hasil bahwa dalam deiksis persona, penggunaan pronomina untuk mengacu orang tidak lepas dari pengaruh dominan penggunaan istilah kekerabatan. Pengacuan dengan pronomina persona dipengaruhi oleh penggunaan istilah kekerabatan. Penggunaan pronomina persona menghendaki adanya pengombinasian dengan istilah kekerabatan yang sesuai, tetapi penggunaan istilah kekerabatan tidak menghendaki pengombinasiannya dengan pronomina persona. Bentuk terikat pronomina persona bahasa Mandailing lebih banyak daripada bentuk bebasnya. Hal demikian disebabkan terdapatnya sejumlah bentuk bebas dengan kepemilikan bentuk terikat lebih dari satu. Dalam deiksis ruang bahasa Mandailing tidak semua ekspresi ruang secara langsung dapat dinyatakan bersifat deiktis. Oleh karenanya diperlukan kriteria penetapan kedeiktisan dengan mendasarkan penggunaannya pada perspektif penutur. Hal lain yang ditemukan adalah, adanya hubungan bersifat simetris di antara sesama jenis demonstrativanya dalam menyatakan jarak relatif antara acuan dengan penutur atau antara acuan dengan penutur dan mitra tuturnya.
Dalam deiksis waktunya, masalah kedeiktisan sama halnya dengan yang terdapat dalam deiksis ruang. Ekspresi lingual pengungkap waktu deiktis sifatnya apabila yang menjadi pusat deiksis dalam pengacuan adalah penuturnya. Terdapat tiga hari sebelum dan sesudah hari tuturan, dalam bahasa Mandailing, yang tidak dapat diacu dengan menyebut nama harinya karena terdapat ekspresi deiksis khusus untuk mengacu masing-masing hari tersebut.
Dalam deiksis sosial dominasi penggunaan istilah kekerabatan tetap ditemukan dalam mengacu mitra tutur. Istilah-istilah lain di luar istilah kekerabatan dapat diabaikan penggunaannya asalkan yang digunakan untuk mengacu atau menyapa mitra tutur itu adalah istilah kekerabatan. Terhadap orang yang menjadi mitra tutur, pengacuannya dengan ekspresi deiksis berupa istilah kekerabatan adalah penginformasian sekaligus hubungan kekerabatan yang terdapat antara mitra tutur dengan penutur. Di samping itu, ditemukan sejumlah istilah kekerabatan tunggal yang dapat digunakan untuk menyapa mitra tutur dalam hubungan kekerabatan yang berbeda. Hal demikian disebabkan oleh terdapatnya sejumlah isilah kekerabatan dalam bentuk frasa dengan inti yang sama, sehingga yang dijadikan sebagai pengacu atau menyapa adalah bagian intinya.
Dalam deiksis wacananya, terdapat penggunaan ekspresi deiksis yang sama untuk mengacu bagian wacana yang berbeda. Untuk mengetahui bagian wacana yang menjadi acuannya diperlukan pemahaman konteks. Apabila bagian wacana tidak ditemukan sesudahnya, yang menjadi acuan adalah tuturan terdapatnya ekspresi deiksis tersebut pada saat pengacuan.