dc.description.abstract | Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan masalah-masalah
kesepadanan dan pergeseran dalam teks terjemahan fiksi Halilian Angkola Indonesia. Secara teoretis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi peneliti
bahasa dan budaya, karena dalam teks terdapat kekhasan bahasa dan budaya yang
dapat digunakan sebagai pembanding teori gramatika universal. Dan sebagai
pengajar, kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk
melakukan kajian teks terjemahan. Bagi para mahasiswa Jurusan Bahasa hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan kajian terhadap bentuk lingual
yang dimiliki budaya tertentu. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan
kontribusi tentang pentingnya memahami dan melestarikan budaya melalui
bahasa terutama bagi generasi penerus supaya nilai-nilai yang terkandung dalam
bahasa tidak sampai luntur. Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah
apakah keunikan atau kekhasan bahasa daerah tersebut memiliki kewibawaan
bagi generasi selanjutnya.
Data penelitian terdiri tiga teks fiksi terjemahan dalam bahasa angkola yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia yaitu; teks 1) NPR pertama sekali
memang dalam bentuk lengkap/penuh, yang terdiri atas 521 klausa, 2) teks BNH
terdiri atas 206 klausa, 3) teks Bittot Van De Longas terdiri atas 46,76%, teks
BNH kepadatan klausa 18,49% dan teks BVD kepadatan klausa 34%.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilandasi oleh
kerangka teori yang bersifat plural dan elektik (text-based theory dan translator based theory) di satu sisi dan di sisi lain form-based translation dan meaning based translation yang diterapkan secara manasuka, parsial, atau simultan
mengingat hakekat terjemahan sebagai suatu bidang ilmu terapan dan
kompleksitas fenomena penerjemahan itu sendiri.
Fokus kajian terletak pada kesepadanan dan pergeseran makna pada teks
fiksi Halilian Angkola-Indonesia ini, teori semantik sebagai pisau analisis
termasuk: (1) reference theory yang bisa mengungkapkan hubungan antar kata
dengan entitas melalui cara tertentu; (2) relasi makna atau meaning postulates
yang bisa menangani hubungan kemiripan dan keberbedaan antar konsep, dan (3)
componential analysis yang mampu melihat tipe kesepadanan lintas bahasa dan
pergeseran makna sebagai akibat dari proses pemadanan. Pergeseran terjadi akibat adanya kesenjangan bahasa dan budaya antara
bahasa sumber dan bahasa target. Dalam pemadaman ketiga teks sumber terjadi
secara bersamaan penyesuaian berupa pergeseran dari suatu sistem linguistik dan
sistem sosio-kultural (Angkola) ke dalam sistem linguistik dan sistem sosio kultural yang lain (Indonesia). Fenomena penyesuaian berwujud (1) pergeseran
mikro (micro shift) dan (2) pergeseran makro (macro shift). Pergeseran mikro
muncul sebagai pergeseran vertikal yang mengarah ke atas di mana unit bahasa
sumber disubsitusi dengan unit yang lebih tinggi rank-nya dalam bahasa target
dan sebaliknya pergeseran yang mengarah ke bawah, unit bahasa sumber
disubsitusi dengan unit yang lebih rendah rank-nya dalam bahasa serta pergeseran
horizontal atau pergeseran intrasistem (intta system shift) yang berwujud realisasi
padanan yang berbeda dari suatu unit bahasa sumber dalam bahasa target dalam
rank yang sama. Pergeseran makro terjadi dalam kawasan ranah teks yang
melibatkan semua variabel tekstur, konteks (situasi dan sosio-budaya), dan gaya
dan muncul dipermukaan sebagai pergeseran semantik dan pragmatik. Pergeseran
semantik yang muncul berupa perluasan, penyempitan dan penyimpangan makna
leksikal berupa pergeseran sudut pandang, atau perspektif. Pergeseran pragmatik
yang terjadi pada dasarnya menyangkut pergeseran kohesi (hubungan kohesi
intrakalimat atau hubungan lokal) dan koherensi (hubungan kohesif antarkalimat
atau hubungan global) yang bersifat tekstual seperti misalnya acuan (references),
elipsis. | en_US |