Penerapan Sanksi Pidana Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Pengedar Narkotika di Wilayah Hukum Kota Tanjung Balai
View/ Open
Date
2020Author
Harahap, Sutan Sinomba Parlaungan
Advisor(s)
Ablisar, Madiasa
M. Ekaputra
Sunarmi
Metadata
Show full item recordAbstract
The provision of the death penalty for narcotics crimes is one of the measures taken by the state to execute drug dealers that could damage generations of the nation, and with Law No. 35 of 2009 on Narcotics can ensnare dealers or drug dealers by giving the harshest punishment that is the death penalty. The issues raised in this study are how to set up criminal sanctions, the application of criminal sanctions in the form of the death penalty, and the consideration of judges in imposing criminal sanctions in the form of the death penalty for the perpetrators of narcotics dealer crimes, especially in the jurisdiction of Tanjung Balai City.
To find the answer to the problem, this study used a type of normative legal research that is descriptive analytical, in which this normative legal research uses secondary data as the primary data by using data collection techniques carried out by library reseacrh, as well as data analysis using qualitative data analysis methods.
The regulation of criminal sanctions against narcotics offenders in the provisions of Indonesia's positive law is set out in the first two provisions set out based on Article 10 of the Criminal Code and the second provision stipulated in Law No. 35 of 2009 on Narcotics. The application of criminal sanctions in the form of the death penalty for the perpetrators of narcotics dealer crimes, especially in the jurisdiction of Tanjung Balai City in the opinion of the author is basically in accordance with the provisions of Law No. 35 of 2009 on Narcotics, but there is a Verdict of Tanjung Balai District Court No. 241/Pid.Sus/2019/PN. Tjb which contains a death penalty verdict that according to the authors of this verdict is not appropriate and against the maximum limit of criminal sanctions, because the panel of judges uses the provisions of Article 112 Paragraph (2) Jo Article 132 Paragraph (1) of Law No. 35 of 2009 on Narcotics in the provisions of Article 112 Paragraph (2) Jo Article 132 Paragraph (1) law No. 35 of 2009 on narcotics the maximum criminal sanction that can be imposed is a life imprisonment. The judge's consideration in imposing criminal sanctions in the form of the death penalty for the perpetrators of narcotics dealers, especially in the jurisdiction of Tanjung Balai City is basically due to the reasons that the amount of evidence of narcotics is very large, endangering millions of people if until the narcotics are successfully sold, smuggled, or imported, the narcotics network is an international network, the defendants are accustomed and experienced in smuggling narcotics, the defendant's actions are repeated and have managed to smuggle narcotics into the country, the actions of the defendant do not support the government's program that is active in eradicating the circulation of narcotics. Pemberian hukuman mati bagi kasus tindak pidana narkotika merupakan salah satu langkah yang dilakukan negara untuk mengeksekusi para pengedar narkoba yang dapat merusak generasi bangsa, dan dengan adanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat menjerat pengedar atau bandar narkoba dengan memberikan hukuman paling berat yaitu hukuman mati. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni bagaimana pengaturan sanksi pidana, penerapan sanksi pidana berupa penjatuhan hukuman mati, dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana berupa hukuman mati bagi pelaku tindak pidana pengedar narkotika khususnya di wilayah hukum Kota Tanjung Balai.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis, di mana penelitian hukum normatif ini menggunakan data sekunder sebagai data utama dengan munggunakan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh), serta analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif.
Pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika dalam ketentuan hukum positif Indonesia di atur dalam dua ketentuan yaitu pertama di atur berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan kedua berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Penerapan sanksi pidana berupa penjatuhan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana pengedar narkotika khususnya di wilayah hukum Kota Tanjung Balai menurut pendapat penulis pada dasarnya sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, namun terdapat satu Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor 241/Pid.Sus/2019/PN. Tjb yang memuat putusan pidana mati yang menurut hemat penulis putusan ini tidak tepat dan melawan batas maksimal sanksi pidana, sebab majelis hakim menggunakan ketentuan Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dalam pemberian hukuman mati, padahal dalam ketentuan Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maksimum sanksi pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara seumur hidup. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana berupa hukuman mati bagi pelaku tindak pidana pengedar narkotika khususnya di wilayah hukum Kota Tanjung Balai pada dasarnya dikarenakan alasan-alasan yaitu jumlah barang bukti narkotika sangat banyak, membahayakan jutaan masyarakat jika sampai narkotika tersebut berhasil di jual, diselundupkan, atau di impor, jaringan narkotika merupakan jaringan internasional, para terdakwa sudah terbiasa dan berpengalaman dalam menyelundupkan narkotika, perbuatan terdakwa merupakan perbuatan berulang dan pernah berhasil menyelundupkan narkotika ke dalam negeri, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya dalam memberantas peredaran narkotika.
Collections
- Master Theses [1853]