Pemberian Remisi Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai
View/ Open
Date
2021Author
Natalis, Supian
Advisor(s)
Ablisar, Madiasa
Mulyadi, Mahmud
Hasibuan, Syafruddin S
Metadata
Show full item recordAbstract
Corruption in Indonesia occurs systematically and spreads widely; it does not only injure the country financially but also violates the social and economic rights of the people. In order to eradicate corruption in Indonesia, the government has attempted to make various preventive and repressive strategies. The repressive strategy is aimed to give the sanction quickly and accurately imposed on those who have committed corruption. One of the attempts is the moratorium policy in giving remission to corrupt prisoners. However, Law No. 12/1995 on Penitentiary states that one of the prisoners’ rights is to obtain remission, including the rights of the corrupt prisoners.
The problems of the research were formulated as follows: 1) How were the legal provisions on giving remission to corrupt prisoners? 2) How was the implementation of giving remission to corrupt prisoners at the Penitentiary Class IIA, Binjai? 3) Was the moratorium of giving remission to corrupt prisoners contradictory to the Penitentiary system?
The research used descriptive analysis with judicial normative approach which was supported by empirical legal study. The data were gathered by performing documentary study by studying, identifying, and analyzing the secondary data which were related to the subject matter of the research and by performing interviews with some informants who were concerned with the subject matter of the research.
The result of the research showed that 1) legal provisions on giving remission to corrupt prisoners had more severe rules than that of the other prisoners, among others, besides they had to have good behavior, they also had to serve one third of their sentence in prison; 2) the implementation of giving remission to corrupt prisoners at the Penitentiary Class IIA, Binjai, had been carried out well and in line with the legal provisions. However, the moratorium policy in giving remission, followed by the Circle Letter of the Director General of Penitentiary has given evidence that remission for corrupt prisoners is revoked although the Penitentiary Class IIA, Binjai, always proposes it as far as the prisoners have fulfilled all the requirements as they are stipulated in PP 28/2006; and 3) The moratorium policy in giving remission is contrary to the Penitentiary system. Korupsi di Indonesia telah terjadi secara sistimatis dan meluas, tidak hanya merugikasan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, pemerintah telah melakukan upaya-upaya, baik strategi prepentif maupun represif. Strategi represif dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan munculnya kebijakan moratorium remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi. Namun Undan-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa salah satu hak narapidana adalah memperoleh pengurangan masa pidana (remisi), tidak terkecuali terhadap narapidana tindak pidana korupsi.
Perumusan masalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaturan hukum pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi?. (2) Bagaimanakah pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai?. (3) Apakah moratorium pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi bertentangan dengan sistem pemasyarakatan ?.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dengan metode pendekatan secara yuridis normatif dan juga didukung oleh penelitian hukum empiris. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik studi dokumen dengan meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data skunder yang berkaitan dengan materi penelitian, selain itu juga dilakukan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan opjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pengaturan hukum pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi memberikan peryaratan yang lebih berat jika dibandingkan dengan narapidana tindak pidana lainnya, yaitu selain berkelakuan baik narapidana tersebut harus telah menjalani 1/3 dari masa pidanannya. (2) Pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidan tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai telah terlaksana dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku namun dengan keluarnya kebijakan moratorium pemberian remisi yang ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Direktur Jendral Pemasyarakatan dapat disimpulkan bahwa remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi di tiadakan, walaupun demikian Lembaga Pemasyarakatan KlasIIA Binjai tetap mengusulkannya sepanjang narapidana tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yaitu PP 28 Tahun 2006. (3) Kebijakan moratorium pemberian remisi bertentangan dengan sistem pemasyarakatan.
Collections
- Master Theses [1853]