Show simple item record

dc.contributor.advisorSuratmin
dc.contributor.advisorLubis, R. Rahmawaty
dc.contributor.advisorSihotang, Aslim D.
dc.contributor.advisorArma, Abdul Djalil Amri
dc.contributor.authorAldy, Fithria
dc.date.accessioned2021-11-08T07:18:43Z
dc.date.available2021-11-08T07:18:43Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/45386
dc.description.abstractTerminologi kebutaan didefenisikan berbeda – beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosio. Sebegitu banyaknya yang kira – kira ada 65 defenisi kebutaan tertera dalam publikasi WHO tahun 1966. Di dalam oftalmologi, terminologi kebutaan terbatas pada tidak dapatnya melakukan aktifitas sampai tidak adanya persepsi cahaya. Agar supaya terdapat perbandingan secara statistik baik Nasional maupun Internasional. WHO tahun 1972 telah mengajukan kriteria secara seragam dan defenisi kebutaan sebagai suatu visual akuiti yang kurang dari 3 / 60 ( Snellen ) atau yang ekuivalen dengannya. Pada tahun 1979, WHO menambahkan dengan ketidak sanggupan hitung jari pada siang hari pada jarak 3 meter. 1 Pada tahun 1977, International Classification of Disease ( ICD ) membagi berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan kurang dari 6 / 18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan kategori 3,4 dan 5 disebut blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5 – 10 ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5 ditempatkan pada kategori 4 ( lihat tabel 1.1 ).1,2en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectKebutaanen_US
dc.subjectTrauma Mataen_US
dc.titlePrevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli Selatanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.description.pages67 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record