dc.description.abstract | Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat diatasi.(1) Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993 – 1996, menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5 %. Kelainan refraksi sebanyak 0,14 % dari angka kebutaan tersebut.(2) Seang-Mei Saw dkk, meneliti prevalensi miopia di Sumatera mencapai 26,1 %. Untuk miopia derajat berat 0,8 %. Prevalensi miopia paling tinggi dijumpai pada usia 21 – 29 tahun.(3)
Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi yang sering dijumpai, disebabkan oleh ketidakseimbangan kekuatan elemen optik mata dengan panjang sumbu bola mata, sehingga diperlukan lensa koreksi atau terapi refraktif lainnya untuk membentuk bayangan yang jelas di retina. Miopia dibedakan menjadi miopia fisiologis (simple, school myopia) yang terjadi karena pertumbuhan normal komponen mata dan miopia patologis (progressive, malignant, degenerative myopia) yang disebakan pertumbuhan berlebihan sumbu bola mata walaupun komponen lainnya tumbuh normal.(3,4)
Penyebab miopia belum diketahui dengan pasti, namun diduga berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Beberapa faktor resiko yang berperan dalam terjadinya miopia diantaranya adalah aktifitas melihat dekat (nearwork activities) seperti membaca, menulis, atau pekerjaan lain yang memerlukan penglihatan dekat. Tingkat pendidikan dan sosio ekonomi berpengaruh pada insiden miopia dimana aktivitas melihat dekat sering mereka kerjakan.(3,4) | en_US |