Pelaksanaan Penggantian Tanah Wakaf Menurut Hukum Adat Aceh Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 41 Tahun2004 Tentang Wakaf Dan Hukum Islam (Studi Di Kabupaten Aceh Besar)
View/ Open
Date
2016Author
Fatrizal, Rifqi
Advisor(s)
Thaib, M. Hasballah
Yamin, Muhammad
Devi A, T.Keizerina
Metadata
Show full item recordAbstract
Wakaf (property donated for religious/community purpose) is a legal act
which has long been institutionalized in Indonesia; it is one of the social Islamic
institutions which has a religious value and devotion to Allah the Almighty. The
problem of wakaf still exists in the society which is in line with social development
from its management, development, and benefit. During the Acehnese kingdom, there
was Qanun Qeukuta or Qanun al-Asyi on Balai Meusura as the legal provision. This
balai (a kind of body or board) functioned to manage wakaf by using Acehnese
customary law without using the registration according to Law No. 41/2004 on
Wakaf and the Islamic law; in consequence, the wakaf land at Tanjung Village,
Lhoknga Subdistrict, Aceh Besar Regency was easily transferred without any
approval from the Agrarian Minister and The Indonesian Wakaf Board.
The research used judicial empirical and descriptive analytic method with
qualitative approach which was a research procedure to yield descriptive data in
written and oral forms from the valid informants as the source persons. It also used
Law No. 41/2004, Law No. 11/2006 on Aceh Provincial Administration, Law No.
42/2006 on the Implementation of Law on Wakaf, and Qanun No. 10/2008 on
Customary Institution in order to get the description of the implementation of wakaf
land compensation according to the Acehnese customary law at Tanjung Village,
Lhoknga Subdistrict, Aceh Besar Regency.
The result of the research showed that the implementation of the wakaf land
compensation at Tanjung Village done by individuals was not in accordance with
Law No. 41/2004 on Wakaf because it was not registered and there was no approval
from the Agrarian Minister and the Indonesian Wakaf Board. Besides that, the
process of transfer was not in accordance with Article 40 F of Law No. 41/2004 on
Wakaf because it was not for public interest. According to the Islamic law, land
transfer which is not in accordance with its area and price of its original ones was
not legally justified by the Islamic law. In consequence, it had no legal certainty;
therefore the solution should be based on negotiation stipulated in Article 62,
paragraph 1 of Law No. 41/2004 on Wakaf and on the Acehnese customary law, and
it should be held at the level of Gampong (village). Wakaf merupakan perbuatan hukum yang sudah lama melembaga di
Indonesia dan salah satu lembaga Islam yang bersifat social kemasyarakatan, bernilai
ibadah, dan sebagai pengabdian kepada Allah SWT.Masalah perwakafan ini terus
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, baik darisegipengelolaan,
pengembangan, maupun pemanfaatannya. Pada masa kerajaan Aceh mempunyai
peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan yaitu Qanun
Qeukuta atau Qanun al Asyi diantaranya mengenai Balai Meusura. Balai ini bertugas
mengelola hal-hal tentangWakaf. Pelaksanaan yang dilaksanaan secara hukum adat
Aceh tanpa adanya pendaftaran menurut Undang-Undang 41 Tahun 2004 tentang
wakaf dan hukum Islam yang mengakibatkan tanah wakaf yang berada di Desa
tanjung kecamatan lhoknga Kabupaten Aceh besar dengan mudah dapat dialihkan
tanpa adanya persetujuan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
hukum Empiris, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap
permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif, yang merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis
maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang di amati dan menggunakan
peraturan perundang-undangan Nomor 41 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006
tentang pelaksanaan Undang-Undang tentang wakaf, Qanun Nomor 10 Tahun 2008
tentang lembaga adat. sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan
penggantian tanah wakaf secara hukum adat Aceh yang terjadi di Desa Tanjung
Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam pelaksanaan penggantian tanah
wakaf yang terjadi di Desa Tanjung Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar
yang dilaksanakan oleh perorangan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomo 41
Tahun 2004 tentang wakaf. karena pendaftaran dan penggantian tanah tersebut tidak
didaftarkan dan tidak adanya izin dari menteri dan Banda Wakaf Indonesia dan
pertukaran yang dilaksakan tidak sejalan dengan Pasal 40 F Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang wakaf, karena pertukaran tersebut tidak untuk kepentingan
umum dan menurut hukum islam tidak dibenarkan karena pertukaran yang
dilaksanakan dari segi luas tanah dan harga tanah tidak sesuai dengan tanah wakaf
yang semula, maka akibat dari pertukaran yang tidak sesuai maka tidak adanya
kepastian hukum terhadap tanah wakaf tersebut dan pengantiannya dapat dibatalkan,
penyelesaian yang dilaksanakan berdasarkan musyawarah berdasarkan Pasal 62 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan berdasarkan hukum
adat Aceh penyelesaian yang dilaksanakan diselesaikan secara Musyawarah di tingkat
Gampong.
Collections
- Master Theses (Notary) [2196]