Show simple item record

dc.contributor.advisorThaib, M. Hasballah
dc.contributor.advisorYamin, Muhammad
dc.contributor.advisorDevi A, T.Keizerina
dc.contributor.authorFatrizal, Rifqi
dc.date.accessioned2018-02-26T02:46:58Z
dc.date.available2018-02-26T02:46:58Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/463
dc.description.abstractWakaf (property donated for religious/community purpose) is a legal act which has long been institutionalized in Indonesia; it is one of the social Islamic institutions which has a religious value and devotion to Allah the Almighty. The problem of wakaf still exists in the society which is in line with social development from its management, development, and benefit. During the Acehnese kingdom, there was Qanun Qeukuta or Qanun al-Asyi on Balai Meusura as the legal provision. This balai (a kind of body or board) functioned to manage wakaf by using Acehnese customary law without using the registration according to Law No. 41/2004 on Wakaf and the Islamic law; in consequence, the wakaf land at Tanjung Village, Lhoknga Subdistrict, Aceh Besar Regency was easily transferred without any approval from the Agrarian Minister and The Indonesian Wakaf Board. The research used judicial empirical and descriptive analytic method with qualitative approach which was a research procedure to yield descriptive data in written and oral forms from the valid informants as the source persons. It also used Law No. 41/2004, Law No. 11/2006 on Aceh Provincial Administration, Law No. 42/2006 on the Implementation of Law on Wakaf, and Qanun No. 10/2008 on Customary Institution in order to get the description of the implementation of wakaf land compensation according to the Acehnese customary law at Tanjung Village, Lhoknga Subdistrict, Aceh Besar Regency. The result of the research showed that the implementation of the wakaf land compensation at Tanjung Village done by individuals was not in accordance with Law No. 41/2004 on Wakaf because it was not registered and there was no approval from the Agrarian Minister and the Indonesian Wakaf Board. Besides that, the process of transfer was not in accordance with Article 40 F of Law No. 41/2004 on Wakaf because it was not for public interest. According to the Islamic law, land transfer which is not in accordance with its area and price of its original ones was not legally justified by the Islamic law. In consequence, it had no legal certainty; therefore the solution should be based on negotiation stipulated in Article 62, paragraph 1 of Law No. 41/2004 on Wakaf and on the Acehnese customary law, and it should be held at the level of Gampong (village).en_US
dc.description.abstractWakaf merupakan perbuatan hukum yang sudah lama melembaga di Indonesia dan salah satu lembaga Islam yang bersifat social kemasyarakatan, bernilai ibadah, dan sebagai pengabdian kepada Allah SWT.Masalah perwakafan ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, baik darisegipengelolaan, pengembangan, maupun pemanfaatannya. Pada masa kerajaan Aceh mempunyai peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan yaitu Qanun Qeukuta atau Qanun al Asyi diantaranya mengenai Balai Meusura. Balai ini bertugas mengelola hal-hal tentangWakaf. Pelaksanaan yang dilaksanaan secara hukum adat Aceh tanpa adanya pendaftaran menurut Undang-Undang 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan hukum Islam yang mengakibatkan tanah wakaf yang berada di Desa tanjung kecamatan lhoknga Kabupaten Aceh besar dengan mudah dapat dialihkan tanpa adanya persetujuan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum Empiris, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif, yang merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang di amati dan menggunakan peraturan perundang-undangan Nomor 41 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang tentang wakaf, Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentang lembaga adat. sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan penggantian tanah wakaf secara hukum adat Aceh yang terjadi di Desa Tanjung Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam pelaksanaan penggantian tanah wakaf yang terjadi di Desa Tanjung Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar yang dilaksanakan oleh perorangan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomo 41 Tahun 2004 tentang wakaf. karena pendaftaran dan penggantian tanah tersebut tidak didaftarkan dan tidak adanya izin dari menteri dan Banda Wakaf Indonesia dan pertukaran yang dilaksakan tidak sejalan dengan Pasal 40 F Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, karena pertukaran tersebut tidak untuk kepentingan umum dan menurut hukum islam tidak dibenarkan karena pertukaran yang dilaksanakan dari segi luas tanah dan harga tanah tidak sesuai dengan tanah wakaf yang semula, maka akibat dari pertukaran yang tidak sesuai maka tidak adanya kepastian hukum terhadap tanah wakaf tersebut dan pengantiannya dapat dibatalkan, penyelesaian yang dilaksanakan berdasarkan musyawarah berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan berdasarkan hukum adat Aceh penyelesaian yang dilaksanakan diselesaikan secara Musyawarah di tingkat Gampong.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectImplementation of Wakaf according to the Acehnese Customary Lawen_US
dc.subjectLaw No. 41/2004 on Wakafen_US
dc.subjectthe Islamic Lawen_US
dc.titlePelaksanaan Penggantian Tanah Wakaf Menurut Hukum Adat Aceh Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 41 Tahun2004 Tentang Wakaf Dan Hukum Islam (Studi Di Kabupaten Aceh Besar)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM147011041en_US
dc.identifier.submitterFranz
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record