Show simple item record

dc.contributor.advisorElida, Linda
dc.contributor.authorLumban Gaol, Anita E.
dc.date.accessioned2018-07-25T01:59:36Z
dc.date.available2018-07-25T01:59:36Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4732
dc.description.abstractPasar tradisional merupakan salah satu ciri khas aktivitas berdagang bangsa Indonesia yang perlahan-lahan keberadannya mulai tergantikan dengan hadirnya pasar yang bertema modern. Hal ini juga yang mendasari pemerintah untuk tetap mempertahankan eksistensi pasar tradisional yang dilihat melalui Permendag No. 61/M-DAG/PER/8/2015 tentang Pembangunan dan Pengelolaan sarana perdagangan yaitu revitalisasi. Pasar tradisional Doloksanggul merupakan pasar yang masuk dalam program revitalisasi sebagai wujud dari proses modernisasi pasar, dimana memberi banyak perubahan seperti bangunan, sistem serta peraturan dalam pasar. Revitalisasi yang terjadi juga memberi dampak negatif bagi sebagian pedagang dimana ada pedagang yang tidak mendapat bagian di dalam kawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pada saat yang bersamaan hal ini menunjukkan dualisme sosial terjadi. Hadirnya pasar yang berkonsep modern juga justru memberi ruang bagi pedagang yang termarginalkan dengan membuka lapak baru di sekitar kawasan resmi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya revitalisasi di pasar Doloksanggul yang mengakibatkan adanya konflik di pasar Doloksanggul yang berakibat pada terjadinya marginalisasi pedagang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mengetahui secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan.dalam menganalisi yang terjadi di lapangan akan menggunakan Teori Dualisme J.H. Boeke. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, dilakukan melalui wawancara dengan informan, observasi, dokumentasi, dan jurnal yang masih berkaitan dengan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di Pasar Tradisional Doloksanggul kabupaten Humbang Hasundutan. Revitalisasi yang dilakukan di pasar tradisional Doloksanggul menjadikan pasar dengan konsep modern yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai,namun dalam proses revitalisasi terjadi marginalisasi pedagang. Dimana marginalisasi yang dialami berupa diskriminasi, penolakan, pengusiran, pemaksaan dan tidak memenuhi syarat. Hal ini juga yang mengakibatkan konflik perebutan ruang di antara pedagang, jumlah pedagang tidak seimbang dengan jumlah blok yang dibangun. Jumlah awal pedagang sebelum revitalisasi 1074 namun pasca revitalisasi jumlah pedagang dalam balairung 922 dimana 143 merupakan pedagang baru, sedangkan pedagang yang mengalami marginalisasi yang terdata secara resmi 128 dimana ini terbagi lagi 91 pedagang yang berdagang di luar dan 37 pedagang tidak lagi berdagang. Hadirnya pasar modern dalam saat yang bersamaan sistem bazaar juga dipertahankan hal ini dipertegas dengan oleh para pedagang yang mengalami marginalisasi membuka lapak baru di sekitar kawasan resmi yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini juga menunjukkan seperti yang dikemukakan Booke terjadi sistem dualisme sosial yang berbeda namun pada saat yang sama keduanya saling berdampingan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectRevitalisasien_US
dc.subjectMarginalisasien_US
dc.subjectPasar Tradisionalen_US
dc.subjectPasar Modern Dualisme Sosialen_US
dc.titleMarginalisasi Pedagang Pasar Tradisional Pasca Revitalisasi (Studi Deskriptif Pedagang Pasar Doloksamggul Kabupaten Humbang Hasundutan)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM130901093en_US
dc.identifier.submitterNurhusnah Siregar
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record