Ekstradisi Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Melarikan Diri Keluar Negeri oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Berdasarkan Ketentuan Hukum International Criminal Police Organization (Icpo/Interpol)

Abstract

Interpol is an organization which is formed to coordinate cooperation between police throughout the world. The intensity of crime increasing and very sophisticated technology is used nowadays makes it easier for criminals to flee outside their country's territory. The extradition treaty plays an important role in being able to arrest suspects of criminal acts of corruption who have escaped abroad so that the law enforcement process can be carried out against the suspected perpetrators of corruption in Indonesia. The formulation of the problem in this study is how is the general legal regulation of international criminal police organizations (ICPO/ Interpol) in the field of extradition of perpetrators of corruption crimes who have fled abroad, how the extradition mechanism of perpetrators of corruption in Indonesia has escaped the country carried out by the Indonesian police and how the obstacles faced by the Indonesian national police in carrying out international cooperation. The type of research used in this study is normative, namely the research conducted on the applicable laws and regulations in this case is Law No. 1 of 2006 concerning Reciprocal Assistance in Criminal Issues and Law No. 13 of 2015 concerning Ratification of the Agreement on Reciprocal Assistance in Criminal Issues Between the Republic of Indonesia and the Socialist Republic, and the Criminal Code. The characteristic of this research is descriptive analytical where this study seeks to describe, explain and analyze the problems that arise, then look for the right answers as a solution from these problems. The results of the discussion of the problems that arise in this study are international cooperation agreements that have been ratified by the two countries, where the Indonesian police submitted a request to the state government where the perpetrators of corruption have escaped. The requested state government processes the extradition request by requesting authentic evidence of the perpetrator's complete identity. The process of implementing extradition is hampered because there is no international cooperation agreement in the field of extradition which has been ratified by the Indonesian government with the state government where the perpetrators of corruption have escaped, so that the request for extradition is rejected by the state.

Interpol adalah organisasi yang dibentuk untuk mengkoordinasikan kerjasama antar kepolisian di seluruh dunia. Semakin tingginya intensitas kejahatan dan semakin canggihnya teknologi yang digunakan dewasa ini membuat semakin mudah bagi para pelaku kejahatan untuk melarikan diri ke luar dari wilayah negaranya. Perjanjian ekstradisi memegang peranan penting untuk dapat melakukan penangkapan terhadap para tersangka pelaku tindak pidana kejahatan korupsi yang kelarikan diri ke luar negeri agar dapat dilakukan proses penegakan hukum terhadap para tersangka pelaku tindak pidana korupsi tersebut di Indonesia. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan hukum tentang ketentuan hukum international criminal police organization (ICPO/Interpol) dalam bidang ekstradisi pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri ke luar negeri, bagaimana pelaksanaan mekanisme ekstradisi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia yang melarikan diri keluar negeri yang dilakukan kepolisian Indonesia dan bagaimana kendala-kendala yang dihadapi oleh kepolisian negara RI dalam melaksanakan kerjasama internasional di bidang ekstradisi Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2015 tentang Pengesahan Perjanjian Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia Dan Republik Sosialis, dan KUH Pidana. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah perjanjian kerjasama internasional yang telah diratifikasi oleh kedua negara, dimana pihak kepolisian Indonesia mengajukan permohonan kepada pemerintah negara tempat pelarian pelaku tindak pidana korupsi. Pemerintah negara termohon memperoses permohonan ekstradisi tersebut dengan meminta bukti-bukti autentik identitas lengkap pelaku. Proses pelaksanaan ekstradisi terhambat karena tidak adanya perjanjian kerja sama internasional di bidang ekstradisi yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara tempat pelarian pelaku tindak pidana korupsi tersebut, sehingga permohonan ekstradisi ditolak oleh Negara.