Biomassa Karbon Mikroba dan Mikroba Selulolitik pada Bahan Tanah Gambut dengan Berbagai Jenis Penggunaan di Kabupaten Humbang Hasundutan

Abstract

"Microbial Carbon Biomass and Cellulolytic Microbes on Peat Soil in Humbang Hasundutan Regency with Various Types of Land Use". Supervised by Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc.,Ph. D As the head of the supervisory commission, Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP as a member of the advisory commission, highland peat in Humbang Hasundutan district is unique with a large area. nowsday, the peat is used for agriculture, some is left to degrade. The use of peatlands will affect carbon storage, and decomposition by microbes will also occur by releasing a number of carbon dioxide and other gases. Changes in the form of organic carbon from peat into the form of carbon dioxide in a short time have a very negative impact on the environment, especially the increase in greenhouse gases. The research was carried out on highland peat in Humbang Hasundutan Regency on 5 different types of land use, namely coffee land, onion land, paddy fields, open land that is not converted to agriculture, and vegetated grass land. Parameters observed were C-organic in peat, carbon microbial biomass, respiration, and isolation of cellulolytic microbes. The study used descriptive and map-making methods, with further data analysis, it was found that the highest organic C-organic was in open land that was not converted to agricultural land, namely 22.05% with microbial carbon biomass 2,909 g g-1 soil and the highest organic C. Low levels were found in peatlands that were converted to coffee fields, namely 5.23% with microbial carbon biomass of 348 g g-1 soil. The decrease in organic matter levels and the population of microbial carbon biomass also occurred in peatlands which were converted to paddy field, onions and grass. The highest respiration was found on peatland converted to coffee land with a respiration rate of 39.77 mg C-CO2 g-1 day-1 for in situ respiration and 43.89 mg C-CO2 g-1 day-1 for exsitu respiration, in line with The total number of cellulolytic microbial populations with the highest value in the field 20,72 x 104 CFU/g for fungi and 10,45 x 104 CFU/g for bacteria. Peatlands with the lowest respiration were found in those that were not used for agriculture, namely 9.33 mg C-CO2 g-1 day-1 for in situ respiration and 10.29 mg C-CO2 g-1 day-1 for ex-situ respiration, with a total the lowest cellulosic bacteria and fungi were 6,76 x 104 CFU/g bacteria and fungi were 7,43 x 104 CFU/g. The identification results on cellulolytic microbes found 5 species of bacteria, namely Bukholderia lata, Bukholderia arboris, Bukholderia cenocepacia, Enterobacter, and Serratia sp. And 6 species fungi, namely Talaromyces sp, Talaromyces pinophilus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus, Trichoderma longibrachiatum, and Meyerozyma caribica. The results of qualitative tests for both fungi and bacteria did not show superior isolates based on the resulting clear zone. The results showed that there was a change in both the organic matter content and the population of microbial carbon biomass and cellulolytic microbes on peatlands which were converted to agricultural land.

“Biomassa Karbon Mikroba dan Mikroba Selulolitik pada Bahan Tanah Gambut dengan Berbagai Jenis Penggunaan di Kabupaten Humbang Hasundutan”. Dibimbing oleh Prof.Ir.T.Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D Sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr.Ir.Abdul Rauf, MP sebagai anggota komisi pembimbing, gambut dataran tinggi di kabupaten Humbang Hasundutan tergolong unik dengan areal yang cukup luas. Dewasa ini, lahan gambut tersebut digunakan untuk pertanian, beberapa dibiarkan terdegradasi. Penggunaan lahan gambut akan mempengaruhi simpanan karbon, dan juga terjadi dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba dengan melepaskan sejumlah karbondioksida dan gas lainnya. Perubahan bentuk karbon organik dari gambut menjadi bentuk karbon dioksida dalam waktu yang singkat sangat berdampak negatif terhadap lingkungan, terutama peningkatan gas rumah kaca. Penelitian dilaksanakan pada lahan gambut dataran tinggi di Kabupaten Humbang Hasudutan pada 5 tipe penggunaan lahan yang berbeda yaitu lahan kopi, lahan bawang, sawah, lahan terbuka yang tidak dialihfungsikan untuk pertanian, dan lahan bervegetasi rumput. Parameter yang diamati yaitu C-organik pada gambut, biomassa karbon mikroba, respirasi, dan isolasi mikroba selulolitik. Penelitian menggunakan metode deskriptif dan pembuatan peta, dengan analisis data lanjut didapatkan C-organik paling tinggi adalah pada lahan terbuka yang tidak dialih fungsikan ke lahan pertanian yaitu 22,05% dengan biomassa karbon mikroba 2.909 μg g-1 tanah dan C-organik yang paling rendah ditemukan di lahan gambut yang dialih fungsikan ke lahan kopi yaitu 5,23% dengan biomassa karbon mikroba 348 μg g-1 tanah. Penurunan kadar bahan organik dan populasi biomassa karbon mikroba juga terjadi pada lahan gambut yang di alih fungsikan ke tanaman padi, bawang dan juga rumput. Respirasi tertinggi terdapat pada lahan gambut alih fungsi ke lahan kopi dengan laju respirasi 39,77 mg C-CO2 g-1 hari-1 untuk respirasi insitu dan 43,89 mg C-CO2 g-1 hari-1 untuk respirasi exsitu, sejalan dengan jumlah total populasi mikroba selulolitik nilai tertinggi pada lahan tersebut sebesar 20,72 x 104 CFU/g untuk jamur dan 10,45 x 104 CFU/g untuk bakteri. Lahan gambut dengan respirasi paling rendah ditemui pada yang tidak digunakan untuk pertanian yaitu sebesar 9,33mg C-CO2 g-1 hari-1 untuk respirasi insitu dan 10,29 mg C-CO2 g-1 hari-1 untuk respirasi exsitu, dengan total bakteri dan jamur selulotik paling rendah pula yaitu 6,76 x 104 CFU/g bakteri dan jamur sebesar 7,43 x 104 CFU/g. Hasil identifikasi pada mikroba selulolitik didapatkan 5 spesies bakteri yaitu Bukholderia lata, Bukholderia arboris, Bukholderia cenocepacia , Enterobacter, dan Serratia sp. Dan 6 spesies jamur yaitu Talaromyces sp, Talaromyces pinophilus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus, Trichoderma longibrachiatum, dan Meyerozyma caribica. Hasil uji kualitatif baik jamur maupun bakteri tidak didapatkan isolat unggul dilihat berdasarkan zona bening yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan baik dari kandungan bahan organik maupun populasi biomassa karbon mikroba dan mikroba selulolitik pada lahan gambut yang dialih fungsikan ke lahan pertanian.