Show simple item record

dc.contributor.advisorYamin, Muhammad
dc.contributor.advisorZaidar
dc.contributor.advisorAkbar, Faisal
dc.contributor.authorEnginte, Weirasi
dc.date.accessioned2022-08-19T07:24:51Z
dc.date.available2022-08-19T07:24:51Z
dc.date.issued2021
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/49759
dc.description.abstractThe existence of Land Rights To Use No. 1 on behalf of the Provincial Government of Nanggroe Aceh Darussalam which was granted in 1989 by the Ministry of Basic Chemical Industry based on the Charter of Worship No.566 / DJ. KD/VIII/1983 dated August 3, 1983. Namely located in the village of Simpang Kelaping, Kala Pegasing, Kung Pegasing District of Central Aceh Regency which is better known as Belang Bebangka, with an area of 122 Ha. The land is partly derived from State land and partly derived from community-owned land, initially the land will be built by the Takengon Paper Project by the central government in this case the Ministry of Chemical Industry / Mining, in fact the Aceh Provincial Government does not use and directly manage land Rights To Use Number 1 since it was submitted by the Ministry of Chemical Industry / Mining in 1989 until now, What happens is the people who call themselves Penghulu Gading, which is a group of heirs and who claim themselves to have land rights above Right to Use No. 1 directly manage the land even some have transferred their rights by buying and selling. The problems that occur in the region have lasted for years until now have not met a meeting point between the Aceh Provincial Government, the Central Aceh Regency Government and the community. The type of research used in the preparation of this thesis is a normative juridical research method, namely by reviewing the provisions of applicable law, as well as what happens in reality in society. This research is descriptive analytical, i.e. this research describes a rule of law in the context of legal theories and their implementation, while analytical means in this research will explain carefully and thoroughly and systematically the aspects of implementation. Provisions regarding Public Use Rights / specifically mentioned in Article 49 uupa, The Provisions of Conversion Article 1 paragraph (2) PMA 9 of 1965, PMDN 1 in 1977 and PMDN 6 of 1972 Article 5 paragraph b. The right to use of special right to use is to use land for the implementation of its duties on land from the Right to Control the State. The right of its dispossal is non-transferable nor can it be an object of dependent rights. The time period is unlimited as long as it is still used for the implementation of its duties. The occurrence of problems on the land of the Aceh Provincial Government Of The Right to Use Number 1 Belang Bebangka because the legal rights holders namely the Central Government (Ministry of Chemical Industry / Mining) since 1982-1989 then the Aceh Provincial Government since 1989 until now more precisely for 39 years the land is not managed directly by the rights holder, so it seems abandoned. Therefore, the community uses the land based on PRONA activities carried out in 1996 by the BPN NAD Office which resulted in the issuance of a certificate of Property Rights on the land of the Aceh Provincial Government Of Belang Bebangka. Then the lack of archive information about the history of land in the Central Aceh region, as well as the lack of human resources that handle the resolution of this problem is also an obstacle to settlement by the Regional Government of Aceh Province and Central Aceh Regency. Efforts made by the Central Aceh Regency Regional Government, namely, conducting land monitoring activities, registering cultivators and conducting a meeting of the budget board of the Aceh Parliament with the agenda of Land Settlement Of Right to Use No. 1 of 1982, but the belang bebangka land problem was never resolved. Transfer of Public Use Rights can be done by ruislag and the granting of regional assets as guided by Permendagri No. 9 of 2016 on Regional Asset Management. Ruislag can be done if the transfer is done with a third party in this case a state-owned or private legal entity, the Aceh Provincial Government as the holder of The Right to Use Number 1 Belang Bebangka does not fulfill its obligations as a rights holder as stipulated in Article 57 of Government Regulation No. 18 of 2021 which is not to use and utilize its rights as appropriate therefore the Right to Use can be canceled. Regarding other land rights contained on land Of Right to Use No. 1 Belang Bebangka, in accordance with Article 64 paragraph (1) letter b of Government Regulation No. 18 of 2021, these rights are administratively flawed and can be void due to overlapping land rights. Against the people who work on the land based on Article 24 paragraph (2) pp No. 24 of 1997 concerning land registration affirms a person who controls the physical land for a period of 20 (twenty) years can continuously register as a land rights holder. Efforts that can be done by the Central Aceh Regency Government as the local government where the object of Right to Use Number 1 Belang Bebangka is located is able to apply for land rights in the form of Building Use Rights, Public Use Rights and Management Rights to government asset buildings that have been built.en_US
dc.description.abstractKeberadaan tanah Hak Pakai Nomor 1 atas nama Pemda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dihibahkan pada tahun 1989 oleh Kementerian Perindustrian Kimia Dasar berdasarkan Piagam Penghibahan No.566/DJ.KD/VIII/1983 tertanggal 3 Agustus 1983. yaitu terletak di desa Simpang Kelaping, Kala Pegasing, Kung Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah yang lebih dikenal dengam Belang Bebangka, dengan Luas 122 Ha. Tanah tersebut sebagian berasal dari tanah Negara dan sebagian lagi berasal dari tanah milik masyarakat, awalnya tanah tersebut akan dibangunan Proyek Kertas Takengon oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perindustrian Kimia/Pertambangan, faktanya Pemerintah Provinsi Aceh tidak menggunakan dan mengelola secara langsung lahan Hak Pakai Nomor 1 sejak diserahkan oleh Kementerian Perindustrian Kimia/Pertambangan tahun 1989 hingga saat ini, yang terjadi adalah masyarakat yang mengatas namakan diri sebagai Penghulu Gading yaitu kelompok ahli waris maupun yang mengklaim dirinya memiliki hak atas tanah diatas Hak Pakai Nomor 1 mengelola langsung tanah tersebut bahkan beberapa ada yang telah mengalihkan haknya dengan jual beli. Permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut telah berlangsung bertahun-tahun hingga sekarang belum juga menemui titik temu antara Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji ketentuan hukum yang berlaku, serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian ini menggambarkan suatu aturan hukum dalam konteks teori-teori hukum serta pelaksanaannya, sedangkan analitis berarti dalam penelitian ini akan menjelaskan secara cermat dan menyeluruh serta sistematis terhadap aspek pelaksanaan. Ketentuan mengenai Hak Pakai Publik/khusus disebutkan dalam Pasal 49 UUPA, Ketentuan Konversi Pasal 1 ayat (2) PMA 9 tahun 1965, PMDN 1 tahun 1977 dan PMDN 6 tahun 1972 Pasal 5 ayat b. Hak Pakai Khusus right to use-nya adalah mempergunakan tanah untuk pelaksanaan tugasnya atas tanah dari Hak Menguasai Negara. Right of dispossal-nya tidak dapat dialihkan dan juga tidak dapat sebagai objek hak tanggungan. Jangka waktunya tidak terbatas selama masih dipergunakan untuk pelaksanaan tugasnya tersebut. Terjadinya problematika pada tanah Pemerintah Provinsi Aceh Hak Pakai Nomor 1 Belang Bebangka dikarenakan pemegang hak yang sah yaitu Pemerintah Pusat (Kementerian Perindustrian Kimia/Pertambangan) sejak tahun 1982-1989 kemudian Pemerintah Provinsi Aceh sejak tahun 1989 hingga saat ini lebih tepatnya selama 39 tahun tanah tersebut tidak dikelola secara langsung oleh pemegang haknya, sehingga terkesan terlantar. Oleh karena itu masyarakat memanfaatkan lahan tersebut berdasarkan kegiatan PRONA yang dilakukan pada tahun 1996 oleh Kantor BPN NAD yang mengakibatkan terbitnya sertipikat Hak Milik di atas tanah Pemerintah Provinsi Aceh Hak Pakai Nomor 1 Belang Bebangka. Kemudian kurangnya arsip informasi mengenai sejarah tanah di wilayah Aceh Tengah, serta minimnya SDM yang menangani penyelesaian permasalahan ini pula menjadi kendala penyelesaian oleh Pemerintah Daerah Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tengah. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah yaitu, melakukan kegiatan monitoring tanah, mendata penggarap dan melakukan rapat badan anggaran DPR Aceh dengan agenda Penyelesaian Tanah Hak Pakai Nomor 1 Tahun 1982, tetapi permasalahan tanah Belang Bebangka tidak pernah terselesaikan. Pengalihan Hak Pakai Publik dapat dilakukan dengan cara ruislag dan penghibahan asset daerah sebagaimana berpedoman pada Permendagri Nomor 9 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Daerah. Ruislag dapat dilakukan jika pengalihan dilakukan dengan pihak ketiga dalam hal ini badan hukum milik Negara atau swasta, Pemerintah Provinsi Aceh selaku pemegang Hak Pakai Nomor 1 Belang Bebangka tidak memenuhi kewajibannya sebagai pemegang hak sebagaimana diatur dalam Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 yaitu tidak menggunakan dan memanfaatkan haknya sebagaimana mestinya oleh karena itu Hak Pakai tersebut dapat dibatalkan haknya. Mengenai hak atas tanah lain yang terdapat di atas tanah Hak Pakai Nomor 1 Belang Bebangka, sesuai dengan Pasal 64 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021, hak-hak tersebut cacat administrasi dan dapat di batalkan karena adanya tumpang tindih hak atas tanah. Terhadap masyarakat yang menggarap tanah tersebut berdasarkan Pasal 24 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah. Upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah selaku pemerintah daerah dimana objek Hak Pakai Nomor 1 Belang Bebangka berada yaitu dapat melakukan permohonan pengajuan hak atas tanah berupa Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Publik dan Hak Pengelolaan terhadap bangunan asset pemerintah yang telah di bangun.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectHak Pakaien_US
dc.subjectPengalihan Hak Atas Tanahen_US
dc.subjectAset Pemerintah Daerahen_US
dc.subjectBelang Bebangkaen_US
dc.titleKajian Yuridis Hak Pakai Publik (Studi di Belang Bebangka Kabupaten Aceh Tengah)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM177011104
dc.description.pages165 Halamanen_US
dc.description.typeTesis Magisteren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record