Markobar dalam Sidang Adat Perkawinan Mandailing: Kajian Antropolinguistik
View/ Open
Date
2021Author
Tutiariani, Nasution
Advisor(s)
Sibarani, Robert
Lubis, Syahron
Setia, Eddy
Metadata
Show full item recordAbstract
Markobar deals with the speech, saying, converse, generate opinions, and negotiate. Markobar is a speaking activity in expressing opinions in sidangadat (customary court). The purpose of this study was to (1) describe performance (text, co-text, and context), (20 to find out the meaning, function, value, and norm, local wisdom and, (3) markobar revitalization model. Theoretically, the findings in this study are expected to contribute to the knowledge of linguistics, particularly in anthropology studies and to be useful for developing and revitalizing the local language and especially the markobar event which is an ideological, sociological, and philosophical reflection of the Mandaling ethnic culture. Practically this research is expected to identify, describe, document the markobar event in which contain lingual units, The philosophy in markobar contains the values of life which is the identity and heritage of the Mandailing community. This study used anthropolinguistics study to study language from a cultural framework, culture in a language framework and all aspects of human life through a cultural and language framework. The location of the research was in the city of Sibuhuan, Padang Lawas district and the city of Penyabungan, Mandailing Natal regency. This is qualitative study and applied Miles and Huberman's interactive model. The data were the text of Markobar at the customary court in the Mandailing wedding ceremony. The sources of data were primary and secondary data. Primary data were Markobar transcripts taken from Markobar recordings. Secondary data were taken from Markobar text through books about Markobar. Data collection techniques were carried out through recording, interviews, and observations. Data analysis was carried out through the following stages: (1) data condensation; (2) display data; and (3) verification/conclusion. The results of this study found expressions of cohesiveness, cooperation, openness, deliberation, mutual cooperation, and empathy. Markobar performances are utterances in the form of requests, expressing opinions in a discussion. The meaning of markoba is hospitality, firmness, commitment, fairness, responsibility, honesty, and persistent. The function of markobar is as a tool for ratifying cultural institutions and a means of coercion and supervision so that community norms are obeyed. The values contained in the markobar are kinship, religious, hagabeon, hasangapon, hamoraon, ,marsisarian, marsilapari, and customary law. Markobar norms are hapatunan (polite, ethical). Markobar's local wisdom showed that the role of Dalihan Na Tolu is a strong bond forming the community to know their respective functions and duties and maintain harmonization in working together to complete traditional works. The expected revitalization model is the revival of traditional events that are still in demand, less desirable and which are rarely held by the community. In addition, forming an oral tradition group in collaboration with the government to hold a folk festival, inviting people to feel belonging and aware of their culture and protect their culture. The revitalization also developing the management of cultural tourism, creative industries, oral traditions into local curriculum content in schools, namely letters, literature, prose and publications on social media. Besides, the inheritance includes cultural inheritance, language, marriage among Mandailing tribes, awareness, interest, towards culture and digital documentation of markobar oral traditions so that they are stored in the long term and can be accessed by the young generation of Mandailing wherever they are and still maintain the markobar tradition. Markobar dipadankan dengan kata berbicara, berkata, bercakap, melahirkan pendapat, berunding, merundingkan. Markobar merupakan aktivitas bertutur dalam menyampaikan pendapat dalam musyawarah (sidang) adat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan performasi (teks, ko-teks, dan konteks).mengkaji makna, fungsi, nilai, dan norma, kearifan local serta menemukan model revitalisasi markobar. Secara teoritis temuan dalam dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk pengetahuan ilmu bahasa, khususnya dalam kajian antropoliguistik dan bermanfaat untuk mengembangkan dan melestarikan bahasa dan local khususnya acara markobar yang merupakan cerminan ideologis, sosiologis, dan filosofis cultural etnis Mandaling. Secara praktis penelitian ini diharapkan untuk mengidentifikasi, mendesripsikan, mendokumentasikan acara markobar yang didalamnya terdapat satuan-satuan lingual, falsafah yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang merupakan identitas dan warisan masyarakat Mandailing. Penelitian ini menggunakan kajian antropoliguistik yang meneliti bahasa dari kerangka budaya, meneliti budaya dalam kerangka bahasa dan meneliti segala aspek kehidupan manusia melalui kerangka budaya dan bahasa. Lokasi penelitian dilakukan di kota Sibuhuan, Kabupaten Padang Lawas dan kota Penyabungan, Kabupaten Mandailing Natal. Metode interaktif Miles dan Huberman digunakan dalam penelitian ini. Data penelitian adalah teks percakapan Markobar pada siding adat dalam perkawinan adat Mandailing. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer berupa transkrip Markobar yang diambil dari hasil rekaman Markobar. Data sekunder berupa teks Markobar yang diperoleh dari para informan melalui buku mengenai Markobar. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi (rekam), wawancara, observasi. Analisis data dilakukan melalui tahapan: (1) data kondensasi; (2) data display; dan (3) verifikasi/kesimpulan. Hasil penelitian ini menemukan ungkapan-ungkapan kekompakan, kerjasama, keterbukaan, musyawarah, gotong-royong, dan empati. Performasi markobar merupakan tuturan – tuturan berupa permohonan, mengemukakan pendapat dalam bermusyawarah. Makna markobar ialah ramah tamah, keteguhan, komitmen, adil, tanggungjawab, kejujuran, rela berkorban dan ketegasan. Fungsi markobar berupa alat pengesahan pranata kebudayaan dan alat pemaksa dan pengawas agar norma masyarakat dipatuhi. Nilai-nilai yang terdapat dalam markobar berupa kekerabatan, religius, hagabeon, hasangapon, hamoraon, , marsisarian, marsilapari, hokum adat. Norma markobar ialah hapatunan (sopan, etika). Kearifan local markobar menunjukkan bahawa peran Dalihan Na Tolu merupakan ikatan yang kuat membentuk masyarakat untuk tahu fungsi dan tugasnya masing – masing dan menjaga harmonisasi dalam bekerjasama menyelesaikan kerja – kerja adat. Model revitalisasi yang diharapkan ialah penghidupan kembali acara – acara adat yang tetap diminati, kurang diminati dan yang jarang diadakan masyarakat. Membentuk kelompok tradisi lisan bekerjasama dengan pemerintah mengadakan festival rakyat, mengajak masyarakat merasa memiliki dan sadar berbudaya dan menjaga budaya mereka. Pengelolaan berupa pengembangan pariwisata budaya, industry kreatif, tradisi lisan menjadi kurikulum muatan lokal di sekolah yaitu aksara, sastra, prosa dan publikasi di media social. Pewarisan mencakup pewarisan budaya, bahasa, perkawinan sesame suku Mandailing, timbulnya kesadaran, minat, terhadap budaya dan pendokumentasi antra disilisan markobar secara digital agar tersimpan dalam jangka panjang dan dapat diakses oleh generasi muda Mandailing di manapun berada serta tetap mempertahankan tradisi markobar