Nilai E-Point Septal Separation sebagai Indikator Deformitas Ventrikel Kiri dalam Memprediksi Kejadian Kardiovaskular Mayor pada Pasien Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST
View/ Open
Date
2017Author
Sarahazti, Mustika Fadhilah
Advisor(s)
Hasan, Harris
Ketaren, Andre Pasha
Metadata
Show full item recordAbstract
Wall motion abnormality in acute STEMI make it difficult to obtain true global systolic function Global Longitudinal Strain (GLS) is a sensitive measurement and has been studied as a parameter to assess miocardial deformity and had a prognostic value in STEMI patient, but this measurement is usually taken in echocardiography laboratory with software installed unit only, a simple parameter of systolic function that had been known is EPSS, the aim of this study is to determine the prognostic value of this simple parameter as an indicator of myocardial deformity for mayor adverse cardiac event (MACE)
This is an analytic observational study using ambispective cohort study, basic and echocardiographic data were collected from 66 adult subjects of acute STEMI from July 2016 until April 2017 that eligible for this study then followed-up until 30 days since admission for MACE (mortality, heart failure and Ventricular arrhytmia and cardiogenic shock) Cut off point were taken from ROC curve Chi-square, Mann Whitney. Student T test and logistic regression test were used to examine the association between two variables and obtained relative risk (OR) for EPSS To obtain the degree of relationship between EPSS and GLS we were using corelation test with a value of p<0.05 was considered statistically significant.
In this study the optimum cut off value for EPSS was 7 mm with sensitivity and specificity of 72% and 71%, respectively Bivariate analysis showed among EPSS >7 mm (12.8, 95% IK 3,7-44,3, p<0.001), GLS-10,6% (OR 18 5, 95% IK 5.23 65.24, p<0.001), and auto EF < 40% (OR 87, 95% IK 2.69-28.45, p<0.001) were associated with MACE in 30 days after STEMI In multivariate analysis, GLS > 10.6% (OR 10.6, 95% IK 2.5-44 7, p-0.001) and EPSS >7 mm (OR 5, 95% IK 1,12 22,56, p 0 035) remained significantly associated and had 83% probability for MACE in 30-days after STEMI. Using the corelation test we found that EPSS had a strong relationship with GLS (r-0,795, p<0.001)
Our data show that EPSS >7 mm had a strong relationship with myocardial deformity parameter (GLS) and appears to be a strong predictor for MACE in 30-days after acute STEMI. This simple parameter can apply more widely to be an indicator of miocardial deformity to predict MACE in STEMI Therefore, it can be taken carber to help the physician for futher appropriate management planing. Kelainan regional gerakan dinding miokard pada Infark Miokard Akut
Elevasi Segmen ST (IMAEST) membuat fungsi sistolik global sulit untuk diukur
dengan benar. Global Longitudinal Strain (GLS) adalah parameter ekokardiografi
barn yang telah banyak diteliti untuk menilai deformitas miokardium sebagai fungsi
sistolik ventrikel kiri serta kaitannya terhadap prognosis pada pasien IMA-EST,
namun pemeriksaannya terbatas hanya dilakukan pada laboraturium ekokardiografi
dengan alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan perangkat lunak speckle tracking,
salah satu parameter fungsi sistolik yang sangat sederhana dan dapat dilakukan di
Unit Gawat Darurat RS Haji Adam Malik adalah E-Point Septa! Separation (EPSS),
tujuan dari penelitian ini adalah melihat nilai prognosis parameter sederhana yakni
EPSS sebagai indikator deformitas ventrikel kiri terdahap Kejadian Kardiovaskular
Mayor (KK vM).
Penelitian ini merupakan studi kohort ambispektif, dimana 66 orang subjek
IMAEST yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dirawat di Rumah Sakit
Haji Adam Malik dari Juli 2016 sampai April 2017 diambil data dasar dan
ekokardiografinya, kemudian pasien diikuti kejadian KKVM (kematian, gagal
jantung, aritmi ventrikel dan syok kardiogenik) selama 30 hari paska IMAEST. Nilai
titik potong EPSS diambil dari kurva ROC. Uji Chi-square, Uji Fisher, uji T tidak
berpasangan, Uji Mann Whitney dan regresi logistik dilakukan dalam menilai
hubungan antara dua atau lebih variabel untuk mendapatkan nilai rasio odds (OR)
EPSS terhadap KK vM, uji korelasi digunakan untuk menilai kekuatan hubungan
antara EPSS dengan GLS, p<0.05 dianggap bermakna signifikan.
Nilai titik potong EPSS yang didapatkan adalah 7 mm dengan sensitivitas 72%
dan spesifisitas 71 %. Analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai EPSS > 7 mm (12.8,
95% IK 3,7 - 44,3, p<0,001), GLS >-10,6% (OR 18.5, 95% IK 5.23- 65.24,
p<0.001), dan auto EF < 40% (OR 8.7, 95% IK 2.69 - 28.45, p<0.001) berhubungan
dengan KK vM dalam 30 hari setelah IMAEST. Pada analisis multivariat, GLS >-
10.6% (OR 10.6, 95% IK 2.5 - 44.7, p=0.001) dan EPSS >7 mm (OR 5, 95% IK 1,12
- 22,56, p=0.035) secara signifikan tetap berhubungan dan memilki probabilitas
sebesar 83% dalam memprediksi KKvM dalam 30 hari setelah IMAEST. Adapun
nilai EPSS dan nilai GLS memiliki hubungan yang kuat (r=0,795, p<0.001).
Sebagai kesimpulan dari data menunjukkan bahwa nilai EPSS >7 mm
tampaknya menjadi prediktor kuat terhadap KKvM dalam 30 hari setelah lMAEST.
Nilai EPSS ini juga memiliki hubungan yang kuat dengan parameter defonnitas
ventrikel kiri (GLS), hal ini menguntungkan kita sebagai klinisi karena dengan
pemeriksaan sederhana seperti EPSS ini dapat menjadi indikator adanya defonnitas
miokardium ventrikel kiri yang bemilai prognosis pada pasien IMA-EST sehingga
dapat dilakukan lebih dini dan membantu klinisi untuk menentukan strategi
tatalaksana pada pasien IMAEST.
Collections
- Master Theses [54]