| dc.description.abstract | Perjanjian Bagi Hasil Tambang EmasPerjanjian bagi hasil adalah perjanjian dimana seorang pemilik tanah memperkenankan atau mengizinkan orang lain dalam hal itu penggarap untuk menggarap tanahnya dengan membuat suatu perjanjian. Semua perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri secara tertulis di hadapan Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu, tempat letaknya tanah yang bersangkutan dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari pihak pemilik dan penggarap. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi adalah bagaimanakah praktik pelaksanaan bagi hasil usaha tambang emas antara penambang dengan pemilik tanah, bagaimanakah permasalahan yang ditimbulkan dari pelaksanaan bagi hasil usaha tambang emas antara penambang dengan pemilik tanah di, bagaimanakah aspek yuridis keterkaitan antara Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan judul skripsi“Tinjauan Hukum Terhadap pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Usaha Tambang Emas Antara Penambang dengan Pemilik Tanah (studi kasus di Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal)”
Jenis penelitian dari skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, sifat penelitihannya adalah deskriptif analisis yaitu melihat secara langsung penerapan sistem bagi hasil usaha tambang emas antara penambang dengan pemilik tanah di Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang pertama bentuk perjanjian kerjasama antara pemilik tanah dengan penambang yaitu dengan melaksanakan perjanjian bagi hasil mendasar yang dilakukan secara lisan, hanya mendasarkan kepada kesepakatan dan kepercayaan antara pemilik tanah dengan penambang, perjanjian tidak dilakukan di hadapan Kepala Desa dan tidak ada pembuatan akta dari perbuatan hukum tersebut dan apabila terjadi wanprestasi dari salah satu pihak maka penyelesaiannya dilakukan musyawarah dan mufakat, kedua permasalahan yang ditimbulkan dari pelaksanaan bagi hasil adalah tidak dilaksanakannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1960, tidak sesuainya penyampaian hasil yang didapat dengan kenyataan, limbah, tanah tidak subur, korban jiwa, dan lonsor, ketiga keterkaitan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 adalah dalam hal wilayah pertambangan dan izin dimana dalam penentuan wilayah pertambangan harus memiliki izin dari menteri, jika izin tersebut telah didapat maka pertambangan tersebut telah terorganisir dan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usah Pertambangan Khusus (IUPK) telah diterapkan dengan baik maka peran serta masyarakat terutama tentang haknya dapat diberikan. | en_US |