Analisis Penerjemahan Majas Personifikasi dari Bahasa Jepang ke dalam Bahasa Indonesia dalam Novel 1q84 Karya Murakami Haruki
Murakami Haruki No Sakuhin No “1q84” To Iu Shousetsu Ni Okeru Nihongo Kara Indonesia Ni Honyaku Suru Katsuyu To Gijinhou No Bunseki
Abstract
Sastra adalah bukti perkembangan dan kemajuan akan peradaban manusia. Semakin maju peradaban maka, kesusastraan pun semakin berkembang dan teks-teks kesusastraan juga akan semakin banyak.
Kesusastraan setiap negara mempunyai keunikan masing-masing, menarik dalam jalannya masing-masing dan kesusastraan terpengaruh akan bahasa dan budaya suatu daerah atau negara. Contohnya kesusastraan Indonesia terpengaruh akan bahasa dan budaya Indonesia, kesusastraan Inggris terpengaruh budaya dan bahasa Inggris. Begitupun kesusastraan negara lain.
Adanya perbedaan bahasa menimbulkan suatu bidang yang dinamakan penerjemahan. Jikalau pada masa sebelum-sebelumnya penerjemahan dianggap sebuah seni, maka pada abad ke-21 ini penerjemahan bukan hanya seni tetapi juga sebagai bidang akademik.
Penerjemahan saat ini sudah menjadi salah satu bidang kajian dalam ilmu bahasa dan sudah menjadi salah satu kajian yang penting dikarenakan kemajuan dan banyaknya teks-teks kesusastraan pada masa kini.
Di Indonesia juga akhir-akhir ini mengalami peningkatan akan penerbitan teks-teks sastra luar negeri seperti kesusastraan yang berasal dari Inggris, Amerika, dan Jepang. Namun sayangnya, penerjemahan teks kesusastraan Jepang banyak yang tidak diterjemahkan melalui bahasa Jepang, melainkan dari bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya sedikitnya kajian-kajian yang membahas tentang penerjemahan yang berkaitan dengan bahasa Jepang, sehingga pedoman untuk menerjemahkan teks kesusastraan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia dianggap terlalu sulit apabila diterjemahkan dari bahasa Inggris.
Penerjemahan seperti ini tentu saja menimbulkan beberapa masalah, seperti tidak akuratnya isi pesan yang ingin disampaikan penulis karena lebih dulu sudah terdistorsi oleh penerjemahan sebelumnya yaitu dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Inggris. Ketika kita menterjemahkan teks tersebut, kita tidak lagi melakukan penyesuaian terhadap budaya dan bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, melainkan penyesuaian dari budaya dan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam kesusastraan dikenal yang namanya gaya bahasa. Gaya bahasa atau yang juga dikenal dengan sebutan majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah karya sastra semakin hidup, baik secara lisan maupun tertulis.
Salah satu dari sekian banyak majas yang sering kita temukan dalam karya sastra adalah majas personifikasi. Majas personifikasi adalah bentuk kiasan yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati. Contoh : Mentari pagi hari membangunkan isi bumi. Pada kalimat tersebut mentari yang merupakan sebuah benda mati seolah-olah melakukan aktivitas yang lazimnya dilakukan oleh manusia yaitu membangunkan, dimana pada kenyataannya hal ini tidaklah mungkin terjadi.
Kendala yang dihadapi dalam penerjemahan tidak jarang ketika menerjemahkan majas personifikasi dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Penerjemah harus memperhatikan unsur personifikasi tersebut. Dalam beberapa kasus unsur personifikasi di dalam satu bahasa jika diterjemahkan ke dalam bahasa lain menjadi tidak lazim. Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaan budaya yang mempengaruhi bahasa tersebut untuk dipahami. Maka sang penerjemah harus mencari padanan kata yang lain untuk mempresentasikan teks tersebut agar terdengar lebih lazim.
Bergerak dari masalah tersebut, diangkatlah skripsi dengan tema tersebut yang akan membahas penerjemahan majas personifikasi dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia.
Majas personifikasi yang akan diteliti adalah majas personifikasi yang ada pada novel karya Murakami Haruki yang berjudul 1Q84 dan diterjemahkan oleh Ribeka Ota ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam novel yang totalnya 3 volume itu, dicari dan dikumpulkan 12 kalimat bahasa Jepang yang mengandung majas personifikasi dalam novel berbahasa Jepang. 12 kalimat tersebut dibagi menjadi 3 kategori, yaitu majas personifikasi yang berkaitan dengan hewan, majas personifikasi yang berkaitan dengan fenomena alam, dan majas yang berkaitan dengan benda-benda langit. Kemudian dicari dan dikumpulkan kalimat hasil terjemahan dari kalimat sebelumnya yang ada pada edisi bahasa Indonesia, lalu di analisis.
Dari total jumlah 12 kalimat yang mengandung majas personifikasi dalam novel basa Jepang, 11 diantaranya diterjemahkan pada novel edisi Indonesia tetap mempertahankan unsur majas personifikasinya, dan sisa 1 kalimat berubah dan mengalami pergeseran menjadi majas simile. Mengacu pada angka tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila majas personifikasi dalam bahasa Jepang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka sebagian besar hasil terjemahannya adalah majas personifikasi juga.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan adalah prosedur terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan. Pada penerjemahan majas personifikasi ini, diperlukan prosedur penerjemahan berupa shift, transposisi, modulasi agar tercapainya kesepadanan makna terhadap teks sumber dan teks sasaran.
Kemudian dalam penerjemahan dengan memperhitungkan kesepadanan makna juga diperlukan pergeseran dalam tataran sintaksis dan semantis untuk mencapai kesepadanan makna antara teks sumber dan teks sasaran.
Collections
- Undergraduate Theses [525]