dc.description.abstract | sendiri bukannya tanpa alasan yang mendasar. Ada beberapa hal yang
membuat pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam politik
penting. Beberapa di antaranya adalah tanggung jawab dan kepekaan akan isu-isu
kebijakan publik, kemampuan perempuan melakukan pekerjaan multitasking dan
mengelola waktu, serta yang tidak kalah penting adalah keterbiasaan dan
kenyataan bahwa perempuan juga telah menjalankan tugas sebagai pemimpin
dalam kelompok-kelompok sosial dan dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti di
posyandu, kelompok pemberdayaan perempuan, komite sekolah, dan kelompok
pengajian. Meskipun penyertaan 30% keterwakilan perempuan sudah dinyatakan
dalam undang-undang sebagai persyaratan bagi partai politik untuk dapat
mengikuti pemilu, namun masih ada juga partai politik yang dapat mengikuti
pemilu meskipun tidak menyertakan 30% keterwakilan perempuan sebagai calon
legislatif. Hal ini terjadi pada Partai Nasional Indonesia Marhaenisme dan Partai
Sarikat Indonesia.
Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan kualitatif dengan
teknik analisis data berbentuk wawancara pengurus-pengurus partai supaya
mengetahui mengapa PNI Marhaenisme dan Partai Sarikat Indonesia tidak
memenuhi kuota 30% perempuan pada pemilu legislatif.
Hasil yang diproleh dari penelitian ini adalah tidak terpenuhinya kuota 30%
perempuan oleh PNI Marhaenisme dan Partai Serikat Indonesia karena
perempuan yang telah direkrut dan dikader oleh partai masih cenderung terikat
pada norma agama dan budaya patrirki yang menganggap bahwa perempuan itu
tidak memiliki kodrat untuk memimpin. Selain itu perempuan juga cenderung
tertutup dan tidak membuka diri untuk menunjukkan kemampuannya dalam upaya
melakukan persaingan di dunia politik. | en_US |