dc.description.abstract | Perlindungan hutan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan umumnya melalui
seperangkat nilai budaya, pengetahuan aturan, kepercayaan, tabu, sanksi, upacara dan sejumlah
perilaku budaya yang arif dalam pengolahan hutan yang dikenal dengan istilah kearifan lokal.
Kearifan tradisional dapat berfungsi sebagai perlindungan hutan, seperti contoh pantang (tabu) untuk
menebang pohon tertentu karena dianggap memiliki kekuatan gaib yang hidup dalam suatu
masyarakat di daerah itu sendiri. Begitu juga halnya dengan masyarakat Pakpak Bharat, yang mana
kearifan tradisional masyarakat Pakpak dalam mengelola hutan, khususnya hutan kemenyan yang
memiliki nilai historis, ekonomis serta sosial budaya tersendiri bagi masyarakat Pakpak.
Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan secara mendalam mengenai peranan masyarakat di
Kec. Siempat Rube dalam menjaga kelestarian hutan dan menggali bentuk-bentuk kearifan
masyarakat lokal dalam pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya hutan dan di lingkungan Siempat
Rube. Pengelolaan Hutan Kemenyan di Kec. Siempat Rube dikaji melalui pendekatan kualitatif
dengan tipe penelitian deskriptif yang melihat proses pengelolaan kemenyan. Pengumpulan data,
dilakukan dengan menggunakan observasi dan wawancara. Observasi dilakukan dengan kamera foto.
Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan pangkal,
informan kunci dan informan biasa. Peneliti dibantu dengan pedoman wawancara yang dilengkapi
dengan tape recorder dan catatan lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kemenyan (gum benzoin) memiliki nilai historis yang
sangat berharga bagi masyarakat Pakpak, sehingga hampir disamakan seperti emas pada masa
penjajahan kolonial Belanda. Masyarakat Pakpak khususnya warga Siempat Rube menganggap
warisan hutan kemenyan yang diturunkan dari nenek moyang mereka sebagai warisan yang tak
ternilai harganya sehingga harus tetap dilestarikan. Petani kemenyan Kecamatan Siempat Rube
mengenal tiga jenis kemenyan yaitu: kemenyan Bunga (Kmenjen Bunga), kemenyan Toba (kmenjen
Toba) dan kemenyan Durame (kmenjen Jurame/Jairin). Kearifan lokal terkait dengan pengelolaan
hutan kemenyan masyarakat Pakpak, yaitu dengan tidak menebang pohon ataupun membuka lahan
baru melainkan mengusahakan pohon kemenyan yang tumbuh liar. Adapun pembukaan lahan baru
namun tidak dimaksudkan menjadikan hutan kemenyan menjadi hutan tanaman monokultur. Petani
kemenyan juga menggunakan alat-alat yang masih tradisional yang mereka buat sendiri.
Nilai, aturan serta makna yang ada pada masyarakat Pakpak tersebut semuanya tercakup
dalam kepercayaan dan upacara-upacara adat. Kepercayaan petani kepada penghuni hutan merupakan
salah satu nilai luhur yang turut menjaga kelestarian hutan. Persembahan dalam bentuk pemberian
sesajen (memele) kepada nenek moyang (penjaga hutan) merupakan bentuk penghormatan
masyarakat Pakpak kepada hutan yang telah memberikan penghidupan kepada mereka. Mitos yang
terdapat pada kepercayaan masyarakat Pakpak yaitu percaya kepada biahat binatang yang terkuat di
hutan (dipercaya sebagai jelmaan nenek moyang). Salah satu wujud kesenian masyarakat Pakpak
terkait dengan markmejen yaitu odhong-odhong. Odhong-odhong merupakan nyanyian petani yang
sedang mencari kemenyan, nyanyian kesepian petani kemenyan yang sedang berada di hutan. | en_US |