Neoliberalisme dan Ekonomi Politik Indonesia Studi Kasus: Penerapan Kebijakan Privatisasi Pendidikan di Indonesia
Abstract
Akibat terjerat hutang luar negeri, banyak negara tidak mempunyai lagi
anggaran bagi kesejahteraan masyarakat, negara-negara tidak mampu lagi
mengendalikan harga barang konsumsi dan biaya pendidikan serta kesehatan yang
terus naik. Saat krisis keuangan melanda Indonesia pada tahun 1997, Presiden
Soeharto, meminta bantuan Internasional Monetary Fund (IMF) dan lembaga lembaga keuangan internasional lain untuk memenuhi kebutuhan sumber
pendanaan dari luar. Mereka menyodorkan sejumlah persyaratan, satu diantaranya
adalah privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan pemerintah Indonesia
pun setuju untuk menjalankan serangkaian program penyesuaian ekonomi makro
yang diajukan Bank Dunia, IMF (Internasional Monetary Fund), dan Bank
Pembangunan Asia.
Menguatnya liberalisasi ekonomi dan krisis multidimensi di Indonesia
semakin memberi legitimasi pada pemerintah untuk melakukan privatisasi pada
sejumlah Badan Usaha milik Negara (BUMN), termasuk melakukan privatisasi di
bidang pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan yang pada mulanya merupakan
tanggung jawab utama pemerintah diserahkan kepada pihak swasta. Karena motif
utama pihak swasta adalah mencari keuntungan, tidaklah mengherankan jika
privatisasi kemudian merosot menjadi komersialisasi pendidikan. Dunia
pendidikan ditransformasikan menjadi lahan bisnis dan investasi ekonomi semata.
Akibatnya, pendidikan menjadi barang mewah yang sulit dijangkau masyarakat
bawah. Biaya pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (PT)
semakin mahal dan cenderung tidak terkendali. Dalam pandangan pendidikan
sebagai komoditas, akan menimbulkan pergeseran yang menjadikan pendidikan
bersifat elitis. Artinya, hanya akan dinikmati oleh kalangan tertentu saja yaitu
yang mampu membayar. Padahal seharusnya pendidikan itu bersifat populis yaitu
harus dinikmati oleh semua orang sesuai dengan haknya masing-masing.
Nuansa privatisasi sudah terlihat dalam legalitas pendidikan. Diawali dari
kemunculan sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang kemudian memunculkan
Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).
Dengan munculnya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum
Pendidikan ini, kita juga disadarkan bahwa tingkat krisis pendidikan nasional di
republik ini benar-benar telah sampai ke puncaknya. Bukan saja bahwa para
pengambil kebijakan negara secara terang-terangan hendak mengabaikan amanat
proklamasi, UUD 1945, dan konstitusi-konstitusi turunannya, tetapi hendak
cenderung mengambil kebijakan kependidikan yang bakal menghalangi hak-hak
dasar warganya yang tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan
diperlukan bagi dirinya dan bangsanya. Jika benar demikian, bukan saja
kesejahteraan dan kemartabatan bangsa akan hilang, tetapi kebodohan dan
keterpurukan serta ketidakadilan yang akan terus dirasakan.
Collections
- Undergraduate Theses [1048]