Manifestasi Sosialisme-Demokrasi di Indonesia: Sebuah Pencarian Jejak Ideologi dan Konstruksi Demokrasi
View/ Open
Date
2011Author
Panggalih, Abi Rekso
Advisor(s)
Damanik, Ahmad Taufan
Metadata
Show full item recordAbstract
Persoalan Idologi adalah hal primer yang harus kembali dibicarakan dalam sebuah
kerangka bernegara. Republik Indonesia didirikan dengan semangat sosialisme, dimana
segala pandangan Marxisme mengendap pada pikiran pokok bapak bangsa. Lantas kita
sebagai generasi muda tidak hanya bisa terdiam dengan pandangan kososng dalam
mengisi kerangaka bernegara. Tulisan ini memang sengaja diusung untuk kembali
mempromosikan sebuah ideologi yang sangat relevan atas konsis zaman dan benag merah
sejarah.
Mencari artefak ideologi tidak bisa dilakukan dengan serampangan. Penyelidikan ini haru
dilakukan dengan sangat hati-hati berdasar sebuah fakta tekstual yang menjadi pertinggal
pada masanya. Dengan kondisi seperti itu kita akan kembali dihadapkan pada sebuah
piliha ideologis. Pendekatan Post-Marxist adalah sebuah pilihan metodologis yang
memungkinkan untuk membongkar formasi waca yang pernah terjadi dimasa lampau.
Dengan cara ini maka peranan wacana yang hegemonik dan antagonisme wacana adalah
sebuah cara untuk memahami proses terbentuknya sebuah paradigma sosial. Hegemoni
wacana berjalan untuk menundukkan wacana yang tumbuh disekitarnya, sehinggga ada
sebuah kosensus yang berlaku secara sadar maupun tidak. Disisi lain antagonisme
wacana beroperasi atas dasar keterlemparan yang tidak lagi diakomodir pada situasi yang
sama. Kadang kala proses antagonisme akan menimbulkan sebuah potensi kekuatan baru
untuk mengkalahkan wacana yang sudah mapan.
Nasionalisme Indonesia berdiri diatas gagasan Marxisme yang menjadi lawan tandi dari
pemerintahan kolonialisme. Nasionalisme Indonesia digagasa oleh para anak-anak muda
terdidik yang melakukan propaganda baik lewat media massa maupun proses
pengkaderan panjang untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa. Gerakan ini
kemudian terakumulasi menjadi sebuah perlawan ideologi atas segala penindasan
colonial yang terus-menerus menjadi basis situasi perlawanan. Soekarno, Hatta, Sjahrir,
dan Tan Malaka adalah manusia-manusia yang mengkorbankan waktu, tenaga dan
pikiran untuk kemerdekaan Indonesia. Semangat kemerdekaan bukan saja sebatas antikolonialisme
dalam pertentnagan ras (warna kulit). Namun ada program sosialisme yang
ingin terus disematkan dalam fundamental bernegara. Sehingga kita tidak sebatas
menghargai mereka dalam batas kesosokan sebagai seorang tokoh bangsa. Namun ada
sebuah cicta-cita luhur sosialisme untuk membangun sebuah peradaban yang adil dan
sejahtera, meski segala pencapainan cita-cita itu terjadi pertikaian politik yang berujung
pada kesedihan mendalam. Pada akhir hayat mereka hanya dikenal sebagai seorang
manusia yang pernah memimpin Negara ini. Tapi kita enggan untuk kembali melirik
tulisannya.
Sosialisme-Demokrasi yang kini kembali didengung-dengungkan Negara Eropa, sebagai
solusi atas krisis prahara yang disebabkan oleh rabies Neo-Liberalisme bukan lah sebatas
omong kosong. Kalau kita kembali pada semangat republik Indonesia pada awal-awal
kemerdekaan, maka jejak dan relevansi ide itu dengan jelas dan lugas termaktub dalam
pikiran founding fathers. Namun atas sebuah kesewanangan penguasa, sejarah tertimbun
oleh darah dan kekuasaan untuk menghapus jejak luhur kaum sosialis Indonesia.
Collections
- Undergraduate Theses [1110]
