Show simple item record

dc.contributor.advisorTambunan, Rytha
dc.contributor.authorSinabutar, Candra
dc.date.accessioned2022-11-16T03:33:54Z
dc.date.available2022-11-16T03:33:54Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/60640
dc.description.abstractPenelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya benda-benda budaya Batak yang diperjualbelikan di daerah pariwisata Samosir. Padahal benda-benda budaya merupakan sesuatu yang sakral. Perubahan benda sakral menjadi lebih komersial ini disebut sebagai komodifikasi budaya. Komodifikasi berdampak positif dan negatif bagi pelaku kebudayaan itu sendiri. Sehingga tulisan ini memaparkan bagaimana proses-proses terjadinya komodifikasi budaya di daerah pariwisata Samosir. Dengan tujuan penelitian memaparkan atau mengukapkan penetahuan masyarakat mengenai benda-benda sakral, makna, fungsi sampai alasan pengukir memodifikasi benda budaya. Sehingga tulisan ini juga dapat digunakan sebagai inventarisasi budaya khususnya ukir Batak. Metode yang dilakukan menggunakan kerja etnografi. Dalam menemukan data, peneliti tinggal bersama penduduk sekitar dan ikut mempelajari proses pembuatan ukiran Batak. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa komodifikasi budaya terjadi dikarenakan faktor ekonomi dan arus globalisasi. Samosir yang menjadi destinasi wisata menjadikan masyarakat yang ada di sekitaran wilayah untuk mengembangkan kemampuan diri atau berekonomi kreatif. Disamping alam yang indah, keberadaan artefak kemudian dijadikan salah satu hal yang menarik wisatawan. Memanipulasi benda-benda budaya Batak menjadi pilihan bukan hanya untuk ekonomi akan tetapi juga mempertahankan identitas budaya Batak. Dalam mengkomodifikasi benda-benda budaya Batak, pelaku kebudayaan (pengukir) memanfaatkan media massa seperti televisi, majalah hingga buku menjadi refrensi dalam membuat suatu ukiran. Tidak hanya itu kreativitas yang tinggi membuat pengukir dapat menciptakan benda-benda baru. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa terdapat berbagai permasalahan yang dialami pengukir di lokasi penelitian misalnya saat ini cukup sulit mendapatkan kayu (ingul, jior, haumbang). Belum lagi proses mengerjakan satu ukiran memakan waktu yang relatif lama mengingat pembuatannya masih handmade sehingga harga yang dipatokkan cukup mahal, misalnya dalam membuat Gaja Doppak yang dibutuhkan waktu hingga seminggu. Kendala lainnya yang dihadapi adalah regenerasi yang tidak berjalan baik, hingga kurangnya perhatian orang terhadap kebudayaan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectKomodifikasien_US
dc.subjectSakral dan Profanen_US
dc.subjectGlobaisasien_US
dc.subjectEkonomi Kreatifen_US
dc.titleStudi Etnografi Mengenai Komodifikasi Ukir Batak di Daerah Pariwisata Samosiren_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM100905019
dc.identifier.nidnNIDN0029086307
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI82201#Antropologi Sosial
dc.description.pages130 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record