dc.description.abstract | Tuktuk Siadong sudah menjadi daerah wisata sejak tahun 1960. Perkembangan
Tuktuk terjadi sedemikian rupa diakibatkan oleh semakin dikenalnya Tuktuk sebagai salah
satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara, Indonesia. Berbagai upaya pembangunan dan
penataan kawasan dilakukan agar dapat menambah nilai-nilai vitalitas yang strategis dan
signifikan pada kawasan tersebut sebagai kawasan wisata. Selain itu, segala sesuatu yang
berhubungan dengan usaha penginapan dan usaha-usaha lain yang menjadi pendukung
kegiatan wisata terus dikembangkan. Dengan demikian, penjualan barang maupun jasa
menjadi pekerjaan yang mendominasi di Tuktuk ini.
Tuktuk sebagai daerah tujuan wisata sangat identik dengan Danau Toba, karena
sejauh mata memandang, terbentang Danau Toba yang begitu luasnya. Di atas danau ini,
banyak tumbuh tanaman sejenis eceng gondok dan teratai. Keberadaan tanaman ini menjadi
feeding ground dan nursey ground yang sangat baik bagi spesies air tawar yang ada di tempat
ini, namun jika keberadaan enceng gondok ini tidak ditata letaknya, justru akan sangat
mengganggu pemandangan. Selain enceng gondok, sampah yang berserakan di danau akibat
tidak adanya pengelolaan yang baik juga menjadi permasalahan tampilan fisik Danau Toba,
terutama ketika musim turis lokal; karena kenyataannya turis lokal jika berwisata cenderung
tidak peduli lingkungan. Membuang sampah sembarangan, merusak lingkungan alam
tempatnya berwisata dengan mengukir nama di objek-objek wisata atau memetik bunga
sembarangan; sangat berbeda dengan wisatawan mancanegara yang berlibur namun tetap
menjaga lingkungan. Di sini sangat diperlukan kesadaran pribadi tiap-tiap individu bahwa
masih ada generasi yang akan datang yang juga memerlukan kelestarian alam untuk
melangsungkan hidup. Jika kesadaran sudah tertanam pada masing-masing individu, tentunya
tiap-tiap orang akan disiplin dengan sendirinya, tanpa perlu penjagaan ketat. Lagipula,
seharusnya kita malu jika tidak mempedulikan lingkungan kita, karena wisatawan
mancanegara saja sangat peduli. Pengelolaan terhadap Danau Toba ke depannya sebaiknya
tidak mengabaikan aspek lingkungan, mengingat pemerintah yang terkadang memiliki
orientasi jangka pendek dan pragmatis. Kebijakan yang dikeluarkan terkadang hanya
memikirkan kepentingan pemilik modal. di sisi lain perhatian pemerintah terhadap Danau
Toba dan masyarakat di sekitarnya sangat minim. Jadi, ada baiknya jika pembangunan yang
dilakukan bersifat ekowisata, yaitu wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara
mengkonversi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Berbicara mengenai pengelolaan daerah wisata, tidak terlepas dari kualitas
manusianya. Semakin berkualitas sumber manusia pada suatu daerah, akan semakin baik,
karena pembangunan tidak berjalan begitu saja, melainkan diperlukan strategi agar suatu
daerah tujuan wisata tidak mati dan terjaga keberlangsungannya.
Dari sisi praktis, bahasa asing memang perlu untuk dikuasai oleh masyarakat yang
tinggal di daerah tujuan wisata, apalagi masyarakat yang profesinya berkenaan dengan
kegiatan kepariwisataan, namun yang terjadi di Tuktuk ini adalah mayoritas penduduk
menguasai bahasa Batak sebagai bahasa utama, bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya
sebagai bahasa tambahan, dan sedikit menguasai bahasa Indonesia. Miris memang, bahasa
nasional sedikit diabaikan. Secara tidak langsung dapat dikatakan, kedaerahan masih terjaga,
namun nasionalitas sangat minim. Memang baik unsur daerah dilestarikan, karena unsur
daerah bukanlah suatu penghambat seperti yang dikatakan oleh Dove dalam kajiannyaUniversitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
tentang pembangunan di Indonesia, yaitu bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu yang
dinamis atau selalu mengalami perubahan, di mana budaya tradisional juga terkait dengan
perubahan ekonomi, sosial dan politik; oleh karena itu menurutnya budaya tradisional tidak
mengganggu proses pembangunan, justru menjadi faktor penunjang pembangunan, namun
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional seharusnya vital untuk dikuasai. Demikian pula
dengan masyarakat lokal, yang belakangan mulai berubah preferensi pasangan hidupnya,
lebih kepada warga negara asing, salah satu alasan utamanya sebenarnya adalah agar bisa
terbantu dalam hal modal membangun penginapan atau usaha lain yang mereka kelola,
karena hal ini pula warga lokal yang menikah dengan warga negara asing dipandang lebih
tinggi status sosialnya | en_US |