Show simple item record

dc.contributor.advisorSitorus, Henry
dc.contributor.authorLestari, Fitria Widya
dc.date.accessioned2022-11-16T05:56:12Z
dc.date.available2022-11-16T05:56:12Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/60841
dc.description.abstractBeberapa tahun terakhir ini, shopaholic atau compulsive shopper telah menjadi perhatian berbagai program televisi dan majalah perempuan. Mereka juga telah menjadi topik perbincangan para sosiolog. Meski media massa menggunakan istilah dengan agak “serampangan”, sebenarnya seorang shopaholic sering merasa terasing, sangat ketakutan, dan kehilangan kendali diri. Tidak diragukan lagi, kita hidup dalam masyarakat yang sangat “gemar belanja”. Kita hidup berdasar pada kekayaan yang kita miliki dan banyak dari kita hidup dalam belitan hutang. Banyak orang, berapapun penghasilannya, memandang belanja sebagai sebuah hobi. Mereka menghabiskan akhir pekan dengan berbelanja, menghabiskan uang untuk barangbarang yang tidak mereka miliki, dan sering menyesali perbuatannya di kemudian hari. Seorang shopaholic belanja di luar kendali. Mereka akan belanja saat berada dalam situasi emosional, dan menggunakan belanja sebagai mekanisme bertahan hidup. Mereka tidak berhenti belanja karena mereka sungguh-sungguh menemukan kenikmatan dalam belanja. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti fenomena perempua shopaholic ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapati dari apa yang diamati (Nawawi, 1994 : 2004). Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh), misalnya tentang perilaku, motivasi, tindakan, dan sebagainya (Moleong, 2005:4). Studi kasus adalah suatu tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetil, dan komprehensif. Studi kasus dapat juga didefenisikan sebagai suatu metode yang dipergunakan dalam penelitian ilmu sosial, memberikan penekanan pada pengumpulan data mengenai sebagian atau seluruh unsur kehidupan seseorang atau suatu kelompok, maupun hubungannya dengan pihak-pihak lain dalam situasi sosial atau kebudayaan tertentu (Yin, 2003 : 1). Setelah melakukan penelitian maka ditemukan data bahwa seorang shopaholic suka menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki meskipun barang tersebut tidak selalu berguna bagi dirinya, merasa puas pada saat dirinya dapat membeli apa saja yang diinginkannya, namun setelah selesai berbelanja maka dirinya merasa bersalah dan tertekan dengan apa yang telah dilakukannya, pada saat merasa stres, maka akan selalu berbelanja untuk meredakan stresnya tersebut, memiliki banyak barang-barang seperti baju, sepatu atau barang-barang elektronik, dan lainlain yang tidak terhitung jumlahnya, namun tidak pernah digunakan, selalu tidak mampu mengontrol diri ketika berbelanja, merasa terganggu dengan kebiasaan belanja yang dilakukannya, tetap tidak mampu menahan diri untuk berbelanja meskipun dirinya sedang bingung memikirkan hutang-hutangnya. Hal ini disebabkan maraknya gaya hidup konsumerisme hedonistik, iklim kehidupan dan pola relasi sosial yang kian impersonal (lebih menekankan fungsi, tidak begitu peduli pada kebutuhan empati dan afeksi), tempo kerja yang semakin cepat sehingga banyak orang mengalami keterasingan (alienasi) di tengah lingkungan hidupnya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.titleFenomena Perempuan Shopaholic di Kota Medan (Studi Kasus pada Perempuan Shopaholic di Kota Medan)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM060901010
dc.identifier.nidnNIDN0028026603
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI69201#Sosiologi
dc.description.pages78 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record