Hubungan Legislatif dan Eksekutif Pasca Reformasi
Abstract
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana sebenarnya hubungan
eksekutif dan legislatif pasca refomasi. Melihat sejarah Indonesia kedua lembaga
ini mengalami dinamika yang cukup menarik. Jika masa orde baru hubungan
keduanya relatif sejalan maka sejak masa reformasi berdampak terhadap
ketidakharmonisan hal ini banyak disebabkan oleh beberarapa faktor. Salah satu
problema yang terjadi sejak reformasi adalah kombinasi sistem Presidensial dan
sistem Multipartai yang mengakibatkan terfragmennya kekuataan politik di
Indonesia. Oleh karenanya pemerintahan yang memenangkan pemilu tidak akan
meraih dukungan suara yang mayoritas di DPR. Akibatnya pemerintahan yang
dihasilkan tidak akan berjalan dengan efektif karena akan selalu mendapat
intervensi dari DPR. Selain pemerintahan koalisi sebagaimana ditunjuk sebagai
jalan keluar ini ternyata masih menyisahkan permasalahan hubungan legislative
dan eksekutif.
Di sisi lain adanya amandemen UUD 1945 telah berdampak kepada pola
hubungan antara legislatif dan eksekutif. Desain konstitusi yang semula ingin
menyeimbangkan kekuasaaan eksekutif-legiaslatif akhirnya terperangkap pada
situasi kekuasaaan yang sarat dengan DPR. Empat kali amandemen 1945 tidak
hanya memperkuat DPR secara kelembagaan melainkan memperkuat posisi
politik dan otoritas DPR sehingga melambangkan hegemoni DPR terhadap
pemerintah.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif
pada pemetaan kekuataan politik di Indonesia pada pemilu 2004 dan 2009 serta
hak angket dan hak interpelasi DPR kepada kebijakan pemerintah pada
pemerintahan SBY- JK. Hal ini kemudian menghasilkan konstruksi yang menarik.
Hal ini dikarenakan ternyata koalisi yang dibangun dalam sistem presidensial
kurang menjamin komitmen partai dalam berkoalisi sehingga pemerintah rentan
mendapat intervensi dari DPR termasuk dari partai koalisinya sendiri.
Collections
- Undergraduate Theses [1048]