Show simple item record

dc.contributor.advisorRosmiani
dc.contributor.advisorLubis, Irwansyah
dc.contributor.authorAlvyonita, Della
dc.date.accessioned2022-11-17T02:14:04Z
dc.date.available2022-11-17T02:14:04Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/61070
dc.description.abstractPajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki kontribusi untuk menunjang pembangunan yang sedang dilaksanakan bangsa Indonesia. Ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan penerimaan pajak setiap tahunnya. Di samping itu, kesadaran akan kewajiban wajib pajak juga meningkat. Peran pajak yang sangat dominan sebagai penerimaan negara, membuat Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan agar dapat memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak (WP) untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Perubahan pertama dilakukan pada tahun 1984. Pada tahun tersebut terjadi perubahan sistem pemungutan pajak, yaitu dari official assessment system menjadi self assessment system. Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah dalam hal ini fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari official assessment system ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada pemerintah (fiskus), Wajib Pajak (WP) bersifat pasif, hutang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh pemerintah (fiskus). Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terutang, memperhitungkan sendiri pajak yang terutang, menyetor atau membayar sendiri pajak yang terutang dan melaporkan sendiri pajak terutangnya melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada kesadaran wajib pajak sendiri. Dalam praktiknya, banyak pegawai yang tidak mau penghasilannya dipotong oleh perusahaan atau pemberi kerja. Pegawai tersebut menganggap bahwa pajak tersebut seharusnya dihitung, dipotong, dan dibayar oleh pemberi kerja sesuai dengan sistem self assessment. Di samping itu para pegawai juga tidak percaya apakah pajak penghasilan akan disetor atau telah disetor oleh perusahaan sebagai pemotong pajak. Dari kenyataan ini maka penulis merasa tertarik untuk mempelajari, memahami, dan mendalami bagaimana upaya dalam meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan pasal 21 yang diterima oleh pegawai tetap yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan. Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mahasiswa dihadapkan pada pokok permasalahan secara langsung dengan kenyataan di lapangan tempat PKLM dilaksanakan. Maka judul yang diberikan penulis untuk laporan ini yaitu “Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Pegawai Tetap Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.titleUpaya Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan yang Diterima Pegawai Tetap di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM102600050
dc.identifier.nidnNIDN0026026003
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI62402#Perpajakan
dc.description.pages78 Halamanen_US
dc.description.typeKertas Karya Diplomaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record