Show simple item record

dc.contributor.advisorLubis, Irwansyah
dc.contributor.advisorSyafruddin, Ridho
dc.contributor.authorHutabarat, Merry Marlyna
dc.date.accessioned2022-11-17T02:18:36Z
dc.date.available2022-11-17T02:18:36Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/61079
dc.description.abstractPajak merupakan suatu fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara saat ini. Dimana pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar dan paling diandalkan. Penerimaan negara dari sektor perpajakan mencapai 77,95% dari total penerimaan negara, dan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dimana rencana pendapatan negara dari sektor pajak terus mengalami peningkatan. Pendapatan negara dari sektor pajak inilah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan nasional yang sedang berjalan. Kedepan kontribusi penerimaan pajak diharapkan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan negara serta untuk mewujudkan kemandirian ekonomi yang dicanangkan pemerintah. Dalam Perpajakan kita mengenal beberapa jenis pajak yang salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat. PPN juga tergolong sebagai Pajak Objektif yaitu pajak yang pengenaannya didasarkan pada objek pajak, baik objek pajak berupa benda ataupun objek pajak lainnya. Dalam kelompok pajak objektif ini, PPN termasuk ke dalam pajak yang dipungut karena perbuatan yang menyebabkan adanya lalulintas barang. Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, perbuatan yang menimbulkan hutang PPN adalah suatu penyerahan. PPN dibebankan kepada semua konsumen, tanpa memandang siapakah konsumen yang akan menanggung pajak. Dalam pelaksanaan mekanisme pengkreditan PPN, yaitu antara pajak yang dipungut dengan yang dibayar dapat timbul selisih pajak kurang bayar atau lebih bayar. Selisih pajak kurang bayar adalah dimana Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih kecil dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut). Sebaliknya, dikatakan lebih bayar berarti Pajak Masukan (pajak yang dibayar) lebih besar dari Pajak Keluaran (pajak yang dipungut) pada waktu penyerahan. Maka, atas kelebihan pembayaran PPN tersebut, PKP memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengembalian atau yang disebut dengan restitusi. Karena selain memiliki kewajiban, Wajib Pajak juga memiliki hak perpajakan. Salah satunya adalah mengajukan permohonan restitusi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam sebuah laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul Mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakamen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.titleMekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakamen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM102600086
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI62402#Perpajakan
dc.description.pages60 Halamanen_US
dc.description.typeKertas Karya Diplomaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record