Show simple item record

dc.contributor.authorManik, Silvester Goldberg
dc.date.accessioned2022-11-17T04:32:33Z
dc.date.available2022-11-17T04:32:33Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/61338
dc.description.abstractPajak merupakan salah satu pemasukan negara yang terbesar, hal ini dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bahwa penerimaan negara dari sektor pajak merupakan yang menjadi primadona sejak penerimaaan negara dari sektor migas yang nilainya merosot di pasar internasional. Pajak merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaannya sebagaimana telah direncanakan dalam Rencana Anggaran Pendapatan Negara (APBN). Diantaranya usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan upaya-upaya yaitu melalui Ekstensifikasi pajak (usaha mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari luar) dan Intensifikasi pajak (usaha mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor dari dalam) dan perlunya keadilan dalam pengenaan pajak secara adil dan merata serta disesuaikan dengan kepastian hukum yang pasti dalam pemungutan pajak bagi pembayar pajak. Penerimaan pajak oleh negara salah satunya diperoleh dari pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima/diperoleh seseorang atau badan dalam tahun pajak atau bahagian tahun pajak. Sedangkan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya. Salah satu Perundang-undangan yang mengatur Pajak Penghasilan adalah UU No. 7 Tahun 1983, setelah mengalami beberapa kali perubahan terakir diubah menjadi UU No. 36 Tahun 2008 yang tertuang di dalamnya PPh Pasal 21 sebagaimana telah diuraikan diatas sangat menentukan peningkatan penerimaan pajak, karena dianggap memiliki peranan dan dapat memberikan sumber penerimaan yang bersipat elastis khususnya pada karyawan/pegawai tetap di instansi atau perusahaan. Para pegawai tetap tidak dapat mengelak untuk tidak membayar pajak karena data berupa penghasilan lengkap ada pada Badan selaku pemberi kerja. Ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Pajak Penghasilan dapat dilihat dari 2 (dua) subjek yang berbeda yakni Orang Pribadi dan Badan. Pajak Penghasilan Badan umumnya lebih mudah teridentifikasi serta pemungutan pajak atas Badan jauh lebih optimal dari pada Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Namun dalam kenyataan kendala-kendala masih terutama akibat informasi yang diberikan dalam bentuk buku panduan perpajakan dan pembaca tidak selamanya mengerti, dimana perusahaan atau badan usaha lainnya disebut sebagai Pemotongan PPh Pasal 21 masih salah dalam melakukan perhitungan sehingga tidak jarang para pegawainya merasa dirugikanen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.titleTata cara perhitungan PPh pasal 21 Orang Pribadi bagi Kepala Sub Bagian Keuangan pada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Utaraen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM062600105
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI62402#Perpajakan
dc.description.pages52 Halamanen_US
dc.description.typeKertas Karya Diplomaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record