dc.description.abstract | Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan berkembang serta
memiliki cita-cita yang luhur untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang
maju dan makmur. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga
kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, dan
pertahanan maupun kecerdasan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan
Negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada
alinia ke-4 yang berbunyi “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dari uraian diatas terlihat bahwa pemerintah memerlukan dana dalam
memenuhi kepentingan rakyatnya. Dana tersebut diperoleh dari rakyat itu sendiri
melalui pemungutan yang disebut pajak. Hal ini dapat dilihat dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dari sektor pajak merupakan yang menjadi
primadona sejak penerimaan negara dari sektor migas yang nilainya merosot di
pasar Internasional. Pajak merupakan alternatif bagi pemerintah untuk
meningkatkan penerimaannya sebagaimana telah direncanakan dalam Rancangan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN). (Boediono,2001:79). Diantara usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak,
pemerintah melakukan usaha-usaha seperti ekstensifikasi pajak yakni
mengoptimalkan penerimaan pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang
dari luar yaitu melalui kebijakan pemberian kewenangan perpajakan yang lebih
besar kepada daerah, dan intensifikasi pajak yakni mengoptimalkan penerimaan
pajak dengan meningkatkan faktor-faktor penunjang dari dalam yakni adil dalam
arti pengenaan pajak secara adil dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing dan atas azas kepastian hukum yakni adanya jaminan hukum yang
pasti dalam pemungutan pajak bagi para pembayar pajak (wajib pajak). Dalam hal pengusaha tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
dapat menerbitkan keputusan pengukuhan secara jabatan. Secara umum
Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih sering salah dalam melaporkan dan menyetor
jumlah pajaknya sehingga dapat menimbulkan kendala bagi pengusaha dan juga
Kantor Pelayanan Pajak Pratama itu sendiri. Hal-hal seperti ini dapat
menyebabkan terhambatnya penyelenggaraan pajak sehingga nantinya juga akan
berpengaruh terhadap penerimaan negara. Agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) terlaksana secara efektif dan
lancar, sudah sewajarnya apabila pengusaha yang sejak semula bermaksud
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dapat melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). (Waluyo, 2007: 53). Berdasarkan uraian diatas tersebut menjadi latar belakang bagi penulis
untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang dimaksudkan agar
mahasiswa mengetahui dan bisa mempraktikkan secara langsung teori yang sudah
dipelajari sebelumnya tentang mekanisme pendaftaran dan pencabutan nomor
pengukuhan pengusaha kena pajak.
Dengan ini penulis ingin mengetahui dan tertarik membuat Laporan Tugas
Akhir dengan judul : Mekanisme Pendaftaran dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam | en_US |