Show simple item record

dc.contributor.advisorAmin, Muryanto
dc.contributor.advisorIrmayani, Tengku
dc.contributor.authorWaruwu, Ferry Meiman Gunawan
dc.date.accessioned2022-11-18T09:33:08Z
dc.date.available2022-11-18T09:33:08Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/62008
dc.description.abstractTransfer kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada wakil presiden B.J Habibie pada 21 Mei 1998 telah membawa perubahan-perubahan yang berarti pada sistem politik Indonesia. Di tingkat Makro, perubahan itu terlihat dari adanya transformasi sistem politik Indonesia, dari yang sebelumnya bercorak otoriter ke arah yang lebih demokratis. Ada banyak perubahan yang terjadi di dalam sistem ketanegaraan kita. Mulai dari perubahan peran dan fungsi masing Institusi serta kebebasan pers adalah hal yang paling tampak nyata dalam politik Indonesia. Secara khusus sejak Indonesia masuk dalam masa reformasi, hubungan antara lembaga tinggi negara juga berubah. Dengan adanya amandemen UUD 1945 yang ke-IV membawa sebuah hubungan baru dalam sistem politik Indonesia. Perubahan yang terjadi ada yang bersifat mendukung dan ada juga yang bersifat saling berkontradiksi. Legislatif dan Eksekutif merupakan fokus kajian utama penulis disini sebab hubungan antara kedua lembaga ini yang paling banyak mengalami perubahan pasca amandemen UUD 1945. Ada kecenderungan penguatan peranan Legislatif dimasa orde reformasi ini dimana sebelumnya dimasa Orde Baru, peranan Eksekutif sangat kuat sedangkan Legislatif hanya menjadi pelengkap saja dalam sistem presidensialisme di Indonesia. Kondisi sarat-DPR ini coba penulis telusuri dalam pemerintahan SBY-JK yang merupakan produk asli pemerintahan presidensial yang lahir di masa Orde Reformasi. Dari Penelitian yang penulis dapatkan, secara konstitusional sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem Presidensialisme. Hubungan yang tercipta antara Eksekutif dan Legislatif dimasa SBY-JK sangat di pengaruhi oleh adanya Amandemen 1945 dan sistem multipartai yang di anut oleh indonesia. Kebentuan sempat terjadi di awal-awal pemerintahan SBY-JK namun dengan adanya akomodasi dari pihak eksekutif terhadap dewan maka deadlock yang di ramalkan tidak sampai terjadi.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectRelasien_US
dc.subjectEksekutifen_US
dc.subjectLegislatifen_US
dc.titleFormat Baru Relasi Presiden-DPR (Studi Kasus Hubungan Presiden dan DPR pada Masa Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM070906065
dc.identifier.nidnNIDN0030097401
dc.identifier.nidnNIDN0030066801
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI67201#Ilmu Politik
dc.description.pages86 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record