dc.description.abstract | Meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan permukiman serta dalam
rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan
perumahan dan permukiman, maka pembangunan rumah lebih diarahkan dalam
bentuk vertikal yang kerap dinamakan rumah susun. Pada awalnya, rumah susun
memang diperuntukkan untuk hunian. Namun, seiring berkembangnya zaman dan
meningkatnya jumlah penduduk maka peruntukkan rumah susun tidak hanya
untuk hunian akan tetapi juga diperuntukkan untuk bukan hunian. Akibatnya,
banyak bangunan bertingkat yang fungsinya bukanlah untuk hunian seperti hotel,
kondominium, shopping mall, dan bangunan bertingkat lain yang bukan hunian
mendapatkan status hak sebagai rumah susun. Kini, setelah lahirnya Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang mencabut Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun sebelumnya kebutuhan
akan rumah susun bukan hunian tidak lagi diakomodir. Maka dari itu dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun status
terhadap rumah susun yang bukan hunian perlu dipertanyakan kembali.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis
normatif dengan membandingkan peraturan perundang-undangan yang ada
dengan fakta di lapangan dalam hal ini mengambil wilayah Kota Medan. Dari
penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran bahan-bahan kepustakaan serta
melalui wawancara terstruktur.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pembangunan bangunan bertingkat
yang fungsinya bukan hunian masih tunduk pada peraturan perundang-undangan
yang lama mengingat belum ada peraturan pelaksana yang lahir dari Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011. Dengan demikian disarankan agar peraturan
pelaksana tersebut segera dibentuk agar persoalan mengenai bangunan bertingkat
bukan hunian dapat segera diakomodir. | en_US |