Show simple item record

dc.contributor.advisorUtomo, Budi
dc.contributor.advisorDelvian, Delvian
dc.contributor.authorTampubolon, Roy Mangapul
dc.date.accessioned2022-11-21T04:31:22Z
dc.date.available2022-11-21T04:31:22Z
dc.date.issued2009
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/62556
dc.description.abstractPulau Samosir merupakan suatu kawasan yang terletak di tengah-tengah Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Pulau Samosir memiliki topografi yang sebagian besar merupakan perbukitan, pegunungan dan daerah-daerah bergelombang. Dan pulau Samosir ini memiliki jenis tanah yang rawan terhadap erosi. Dari kondisi umum pulau Samosir tersebut diprediksi bahwa di pulau ini terjadi erosi yang cukup tinggi. Samosir ini memiliki jenis tanah yang rawan terhadap erosi. Dari kondisi umum pulau Samosir tersebut diprediksi bahwa di pulau ini terjadi erosi yang cukup tinggi. Pengelolaan vegetasi, khususnya vegetasi hutan dapat mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola DAS beranggapan bahwa hutan dipandang sebagai pengatur aliran air (steamflow regulator), artinya bahwa hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepasnya pada musim kemarau (Asdak,2002). Reboisasi dan penghijauan yang dilakukan melalui penanaman dengan menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan fungsi hutan, lahan, dan agroklimat setempat diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial yang seimbang. Terlaksananya pembuatan tanaman reboiasasi dan hutan rakyat diharapkan mampu memulihkan fungsi hutan sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan, pelestarian plasma nutfah, pengatur tata air, yang selanjutnya dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas sumber daya hutan, perbaikan iklim mikro dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sumarwoto, 1992). Rendahnya keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain; (a) metode pendekatan yang kurang tepat, pendekatan pemecahan masalah selama ini baru pada faktor fisik dan tidak banyak memberikan perhatian pada faktor sosial ekonomi yang justru lebih berperan dalam perusakan hutan dan lahan, (b) sistem pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan yang selama ini dilakukan belum berorientasi pada keberhasilan tumbuh di lapangan dan belum diarahkan pada tujuan tertentu, (c) partisipasi masyarakat rendah karena kurangnya pemberdayaan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan (Warta Gerhan, 2006). Topografi yang curam akan turut mempersulit pelaksanaan rehabilitasi di lapangan. Demikian halnya di pulau Samosir, kondisi topografi yang curam 27 memperkecil keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi. Hal ini disebabkan adanya kesulitan dalam penggangkutan dan penanaman bibit di lapangan. Program RHL harus bersifat inovatif, kreatif dan disesuaikan dengan karakteristik ekologi maupun sistem sosial budaya masyarakat dengan mengadopsi konsep evolusi program menuju kesempurnaan. Program RHL merupakan program para pihak yang dilandasi oleh kesadaran bersama akan budaya pohon melalui kegiatan rehabilitasi lingkungan hutan. Hal inilah yang mendasari penulis melakukan penelitian, untuk mengkaji lebih dalam teknik penanaman yang lebih tepat, kreatif dan inovatif dalam melakukan RHL sehingga pelaksanaan RHL lebih efektif dalam hal penanaman baik ditinjau dari segi waktu, tenaga kerja, keberhasilannya dan dari segi biaya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectPenanaman Secara Langsungen_US
dc.subjectProgram Rehabilitasi Lahanen_US
dc.titleMetode Penanaman Secara Langsung di Lapangan pada Program Rehabilitasi Lahanen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM051202002
dc.identifier.nidnNIDN0020087004
dc.identifier.nidnNIDN0023076902
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI54251#Kehutanan
dc.description.pages40 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record