Show simple item record

dc.contributor.advisorYance
dc.contributor.authorSiagian, Rini Triastuti
dc.date.accessioned2022-11-21T05:33:36Z
dc.date.available2022-11-21T05:33:36Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/62617
dc.description.abstractBerdasarkan berbagai sumber sejarah yang ada, riwayat Kota Medan dimulai pada akhir abad ke-XVI, dengan didirikannya kampung Medan di dekat pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura oleh Guru Patimpus, seorang pemuka masyarakat yang berasal dari Tanah Karo. Sejak itu kampung Medan berkembang sangat lambat. Kampung Medan mulai berkembang pesat pada abad XIX dengan dibukanya perkebunan-perkebunan tembakau di daerah sekitar. Banyak perusahaan perkebunan mendirikan kantornya di Medan. Pada periode itu Pemerintah Hindia Belanda memindahkan ibu kota Keresidenan Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan dan kemudian Sultan Deli juga memindahkan ibu kotanya dari labuhan ke Medan. Pada awal abad XX Pemerintah Hindia Belanda mengangkat status Keresidenan Sumatera Timur menjadi Provinsi dengan ibu kota Medan. Pada abad ke XX Medan berkembang menjadi kota Kolonial bergaya Eropa dan dijuluki Parijs van Soematra. Secara fisik kota Medan tampak terbagi (2) dua wilayah, yaitu : (1) Wilayah Gemeente di bawah Pemerintah Hindia Belanda ; (2) Wilayah Grand Kesultanan di bawah kendali Kesultanan Deli. Wilayah Gemeente relatif tertata rapi dan dilengkapi berbagai fasilitas infrastruktur dan menjadi wilayah bisnis, dan pemukiman. Pada masa itu terdapat pengelompokkan pemukiman berdasarkan etnis. Wilayah Gemeente dihuni oleh golongan Eropa dan Timur Asing, sementara wilayah Kesultanan Deli dihuni oleh pribumi (Melayu, Batak, Mandailing, Minang dan Jawa). Pada masa Kemerdekaan batas-batas zonasi pemukiman berdasarkan etnis mulai kabur dan pembangunan fisik kota yang pesat, cenderung tidak terkendali bahkan menyimpang dari Master Plan (Rencana Induk) Tata Ruang Kota. Pada periode ini banyak bangunan yang berasal dari periode Kolonial dirobohkan, diganti dengan bangunan baru yang hanya memprioritaskan aspek fungsional, sehingga terkesan monoton, seragam, miskin estetika dan variasi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak bangunan warisan dari masa Kolonial, bernilai sejarah dan menyimpan rekam jejak sejarah perkembangan Kota Medan dihancurkan dan digantikan dengan bangunan baru. Keadaan ini disebabkan terutama karena faktor-faktor pragmatis (ekonomi dan kepentingan pemilik modal). Desakan faktor tersebut demikian kuat, bahkan Pemerintah Kota Medan dalam melaksanakan pembangunan, cenderung melanggar peraturan perundangan-undangan ( UU RI NO 26 Tahun 2007) Tentang Penataan Ruang, UU RI No 11 Tahun 2011 Tentang Benda Cagar Budaya dan Perda Tingkat II Medan No.6 Tahun 1988 Tentang “ Pelestarian Bangunan dan Lingkungan yang Bernilai Sejarah Arsitektur Kepurbakalaan Serta Penghijauan Dalam Daerah Kota Madya Daerah Tingkat II Medan”, dan akhirnya banyak pihak yang mengesalkan tindakan Pemerintah Kota Medan. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pembangunan fisik kota yang cenderung tidak terkendali akan menimbulkan efek eksternalitas yang tidak menguntungkan bahkan merugikan kepentingan warga kota seperti kemacetan lalu lintas yang pada akhirnya menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat serta dapat menurunkan kualitas lingkungan. Skripsi dan tulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab, 109 ( Seratus sembilan) halaman dan beberapa lampiran-lampiran lainnya seperti bagan, peta, foto, dan surat-surat.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.titlePerubahan Tata Ruang Kota Medan Dari Klasik Ke Modernen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM070905040
dc.identifier.nidnNIND0015035806
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI82201#Antropologi Sosial
dc.description.pages66 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record