dc.description.abstract | Tulisan ini menjelaskan bagaimana perilaku mamele yang dipercaya oleh
masyarakat untuk mendapatkan status, tempat-tempat yang pernah dilakukan
mamele serta sesajian apa yang dipakai dalam melaksanakan upacara tersebut.
Kepercayaan terhadap mamele pada masyarakat Batak Toba adalah fenomena ini
sudah ada sejak zaman nenek moyang dulu. Fenomena ini ternyata masih
berlanjut hingga saat ini,
Penelitian ini dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa
partisipasi dan wawancara mendalam dengan informan kunci, biasa dan pangkal.
Informan kunci ditujukan pada raja bius, kepala desa dan beberapa pelaku yang
pernah melakukan mamele. Observasi dilakukan untuk mengamati tempat-tempat
yang pernah dilakukan mamele, tempat keramat yang tidak boleh sembarangan
didatangi atau tidak boleh berbicara kata kotor dan keadaan lingkungan di sekitar
desa Hutaurat dan Hutabalian. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan
pedoman wawancara yang dilengkapi foto, dan catatan lapangan. Raja bius yang
dimaksudkan dalam tulisan ini adalah seseorang yang dapat berhubungan dan
berkomunikasi langsung dengan roh leluhur yang sudah meninggal.
Hasil penelitian menunjukkan, upacara mamele merupakan suatu upacara
religi yang sampai saat sekarang ini masih dilaksanakan dan diyakini oleh
masyarakat etnik Batak Toba yang berada di desa ini. Tujuan dari pelaksanaan
mamele bermacam-macam yaitu untuk kepentingan ekonomi, kesehatan,
kesuksesan, menghindari malapetaka, dan lain-lain. Jika dilihat dari perilaku
mamele untuk mendapatkan status, masyarakat telah dipengaruhi oleh adat yang
diwariskan secara turun-temurun dan kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan oleh
masyarakat yang masih mempercayainya | en_US |