dc.description.abstract | Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya
pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang ada pada
suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Masyarakat terdiri dari individu, individu
mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat
dan kepentingan masyarakat. Namun individu tidak mungkin hidup tanpa adanya masyarakat.
Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga
berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup
masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang
bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk
kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya dan harus di
biayai dari penghasilan Negara (Suandy, 2005: 7).
Salah satu penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak,
disamping minyak dan gas bumi yang merupakan hasil kekayaan alam. Penghasilan itu untuk
membiayai kepentingan umum, seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan
sebagainya. Jadi, di mana ada kepentingan masyarakat, di sana timbul pungutan pajak sehingga
pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.
Reformasi perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983 bertujuan untuk meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak. Undang-undang pajak baru menganut self assessment
system yaitu suatu sistem pemungutan pajak dengan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang,
sedangkan fiskus hanya melayani dan mengawasi wajib pajak. Sistem ini telah dilaksanakan
secara efektif pada tahun 1984 (atas dasar perombakan perundang-undagan perpajakan tahun
1983).
Dengan mengubah sistem pemungutan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk melunasi kewajiban membayar pajak.Dengan sistem self assessment
yang dianut dalam sistem perpajakan Indonesia sekarang ini menuntut Direktorat Jendral Pajak
untuk selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Pengawasan
merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan
untuk mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpangan atas pelaksanaan suatu
pekerjaan, sehingga bisa dilakukan tindakan korektif. Dengan tindakan korektif, maka pekerjaan
yang dilakukan akan sesuai dengan rencana. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah
melalui pemeriksaan. Di dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 tahun 2009, telah diatur kewenangan kepada Direktorat Jendral Pajak untuk
melakukan pemeriksaan pajak yang merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan baik
formal maupun material yang tujuan utamanaya adalah untuk menguji kepatuhan dan
meningkatkan pemenuhan perpajakan (Tax Complience). Walaupun Direktorat Jendral Pajak
diberikan kewenangan untuk melaksanakan pemeriksaan, undang-undang tersebut juga mengatur
batasan agar pemeriksaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Dalam sitem self
assessment, pemeriksaan pajak tidak dilakukan terhadap semua Surat Pemberitahuan (SPT).
Kriteria Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah terhadap Wajib
Pajak yang Surat Pemberitahuannya menyatakan lebih bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak
yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo,
2003:17). Disamping itu pemeriksaan juga dilakukan terhadap Wajib Pajak kriteria tertentu dan
Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Dengan kuasa pasal 17C UndangUndang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, pemeriksaan terhadap
Wajib Pajak yang Surat Pemberitahuannya menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya,
sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya
rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional dimana
penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan
keterampilan etika pekerjaan, sikap, tugas, tanggung jawab serta kesempatan utuk menerapkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan secara khusus, selain itu penulis juga ingin
mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Kemudian penulis ingin mengetahui kinerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Petisah dalam melakukan pemeriksaan dan pengaruh pemeriksaan tersebut terhadap
peningkatan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak. Dari permasalahan tersebut penulis
tertarik untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah | en_US |