Show simple item record

dc.contributor.advisorSihombing, Marlon
dc.contributor.authorHrp, Fitrah Hayati
dc.date.accessioned2022-11-22T03:44:21Z
dc.date.available2022-11-22T03:44:21Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/63131
dc.description.abstractPajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang ada pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Masyarakat terdiri dari individu, individu mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Namun individu tidak mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya dan harus di biayai dari penghasilan Negara (Suandy, 2005: 7). Salah satu penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, disamping minyak dan gas bumi yang merupakan hasil kekayaan alam. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum, seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahteraan, dan sebagainya. Jadi, di mana ada kepentingan masyarakat, di sana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum. Reformasi perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983 bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Undang-undang pajak baru menganut self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan pajak dengan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang, sedangkan fiskus hanya melayani dan mengawasi wajib pajak. Sistem ini telah dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 (atas dasar perombakan perundang-undagan perpajakan tahun 1983). Dengan mengubah sistem pemungutan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melunasi kewajiban membayar pajak.Dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem perpajakan Indonesia sekarang ini menuntut Direktorat Jendral Pajak untuk selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Pengawasan merupakan aktivitas penting dalam manajemen pemerintahan. Pengawasan bukan dimaksudkan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk menemukan penyimpangan atas pelaksanaan suatu pekerjaan, sehingga bisa dilakukan tindakan korektif. Dengan tindakan korektif, maka pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan rencana. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah melalui pemeriksaan. Di dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 tahun 2009, telah diatur kewenangan kepada Direktorat Jendral Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak yang merupakan instrument untuk menentukan kepatuhan baik formal maupun material yang tujuan utamanaya adalah untuk menguji kepatuhan dan meningkatkan pemenuhan perpajakan (Tax Complience). Walaupun Direktorat Jendral Pajak diberikan kewenangan untuk melaksanakan pemeriksaan, undang-undang tersebut juga mengatur batasan agar pemeriksaan tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Dalam sitem self assessment, pemeriksaan pajak tidak dilakukan terhadap semua Surat Pemberitahuan (SPT). Kriteria Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah terhadap Wajib Pajak yang Surat Pemberitahuannya menyatakan lebih bayar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2003:17). Disamping itu pemeriksaan juga dilakukan terhadap Wajib Pajak kriteria tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Dengan kuasa pasal 17C UndangUndang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Surat Pemberitahuannya menyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah metode latihan operasional dimana penulis dilatih secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan etika pekerjaan, sikap, tugas, tanggung jawab serta kesempatan utuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan secara khusus, selain itu penulis juga ingin mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemudian penulis ingin mengetahui kinerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dalam melakukan pemeriksaan dan pengaruh pemeriksaan tersebut terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dan penerimaan pajak. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisahen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.titleTata Cara Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisahen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM082600062
dc.identifier.nidnNIDN0016085904
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI62402#Perpajakan
dc.description.pages54 Halamanen_US
dc.description.typeKertas Karya Diplomaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record