Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Penyitaan dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
View/ Open
Date
2011Author
Simanjuntak, Lestari
Advisor(s)
Ketaren, Nurlela
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraaan rakyat baik
material maupun spiritual (Waluyo,2002:1). Untuk merealisasikan tujuan tersebut
perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha
untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana
yang berasal dari dalam negeri berupa pajak sehingga jumlah penerimaan pajak selalu
diupayakan untuk meningkat setiap tahun sejalan dengan peningkatan volume dan
dinamika pembangunan itu sendiri. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan
yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu
kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya karena menurut pasal 23A
Amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan UndangUndang”. Sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya tersebut
dapat dilakukan penagihan pajak dengan upaya hukum yang bersifat mengikat dan
memaksa sesuai dengan ketentuan dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan pemungutan pajak, negara Indonesia menganut Self
Assesment System, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang, sehingga melalui sistem
ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi,
terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib
pajak (Sihaloho,2003;11)
Ditengah gencarnya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak untuk
meningkatkan penerimaan pajak, yang dalam praktiknya seringkali dijumpai adanya
pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya, Sehingga
untuk melakukan penagihan pajak ini ditempuh dengan upaya hukum yang bersifat
mengikat dan memaksa yaitu dengan melakukan tindakan penagihan aktif berupa
penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Pengumuman Lelang dan dilaksanakan menurut ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib pajak yang tidak
mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya. Jika setelah
dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap
tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya dapat dikenakan penyitaan atas
hartanya.
Penyitaan merupakan upaya paksa terakhir yang dapat dilakukan dalam
rangka menagih pajak, adanya penyitaan barang milik wajib pajak ini mengakibatkan
harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula sebab hak
kepemilikannya sudah di ambil alih oleh negara sebagai barang sitaan atas utang
pajak yang belum dilunasi (Soemitro,1998:93).
Dilihat dari akibat-akibat penagihan pajak dengan surat paksa dan dengan
proses penyitaan yang sangat tidak menyenangkan itu, maka penagihan pajak dengan
penyitaan tidak dapat dilakukan dengan dengan sewenang-wenang. Dibutuhkan
landasan yuridis khusus yang menjadi landasan hukum bagi penagihan pajak dengan
surat paksa dan penyitaan. Adapun landasan yuridis penagihan pajak dengan surat
paksa dan penyitaan adalah Pasal 23A Amandemen keempat Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,
Walaupun sudah ada landasan yuridisnya, masih banyak wajib pajak yang tidak
membayar pajak tepat pada waktunya. Oleh karena itu dibutuhkan peranan para
aparat penagih pajak (Jurusita Pajak) untuk melaksanakan penagihan pajak dengan
surat paksa dan dengan penyitaan.
Maka dari uraian diatas jelaslah bahwa kontribusi pajak bagi pembangunan
nasional sangat besar, yang menjadi persoalannya adalah apakah masyarakat
Indonesia sudah sepenuhnya menyadari akan besarnya kontribusi pajak yang
dipungut oleh pemerintah terhadap pembangunan nasional, sehingga mereka dapat
menjadi wajib pajak yang baik dan yang patuh serta setia membayar pajak secara
tepat waktu.
Oleh sebab itu, untuk menunjang sepenuhnya pelaksanaan penagihan pajak
serta mengingat perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi
permasalahan mengenai tunggakan pajak, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Masih sering dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak
dilunasinya utang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai
kekuatan hukum yang memaksa, Merupakan pertimbangan khusus tentang keluarnya
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan harapan agar dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam
hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan utang pajak oleh wajib pajak.
Penagihan pajak dengan penyitaan yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak
dengan menggunakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dilaksanakan
apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar
pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya
(Surat Paksa), jadi pelaksanaan penyitaan dalam proses penagihan tunggakan atas
utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil
atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut dalam meningkatkan
penerimaan pajak serta dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “Pelaksanaan Penagihan
Pajak dengan Penyitaan dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai”.
Collections
- Diploma Papers (Taxes) [1113]