Show simple item record

dc.contributor.advisorBerutu, Lister
dc.contributor.authorGinting, Gintarius
dc.date.accessioned2022-11-22T07:07:53Z
dc.date.available2022-11-22T07:07:53Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/63396
dc.description.abstractMasyarakat Karo yang bermukim di Sumatra utara ada di wilayah kabupaten Karo, Langkat, Deli Serdang, Dairi, dan Aceh Tenggara. Ada 86 sub merga pada masyarakat Karo yang dikelompokkan kedalam merga silima(lima marga), yaitu Ginting, Sembiring, Perangin-angin, Tarigan, dan Karo-karo. Sifat perkawinan dalam masyarakat Karo adalah eksogami artinya harus mendapatkan jodoh di luar merganya dengan pengecualian pada merga Sembiring dan Perangin-angin yang menganut perkawinan eleutherogami terbatas, dimana merga ini diperbolehkan menikah dengan orang dalam merganya yang sama asalkan sub merganya berbeda, misalnya dalam merga perangin-angin sub merga Sebayang dan Bagun, sedangkan dalam merga sembiring sub merga Brahmana, Pelawi, Depari, dan Meliala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fenomena perkawinan semerga pada masyarakat Karo di desa Sugau. Dengan terjadinya perkawinan semerga maka telah terjadi perubahan nilai budaya merga silima, sangkep nggeluh, dan tutur siwaluah. Berangkat dari fenomena ini, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana proses terjadinya perkawinan semerga dan bagaimana perubahan sangkep nggeluh dan tutur siwaluh terhadap keluarga yang melakukan perkawinan semerga. Dengan demikian maka jenis penelitian ini adalah studi etnografi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam menemukan data, peneliti tinggal di desa Sugau dan mengobservasi keadaan di desa Sugau. Adapun informan dalam penelitian ini adalah para pelaku perkawinan semerga, kepala desa, tokoh adat dan agama, kerabat, dan masyarakat desa Sugau. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat Karo di desa Sugau menganggap perkawinan semerga menjadi tabu. Namun, dilihat dari sudut pandang agama tidak tabu karena tidak ada laragan bagi orang yang semerga dilarang kawin. Perkawinan semerga didasarkan atas saling mencintai dan keinginan untuk membina keluarga. Perkawinan semerga tidak lagi mengikat kedua belah pihak keluarga ke dalam sistem kekerabatan sangkep nggeluh tetapi hanya mengikat orang yang melakukan perkawinan itu saja. Adat perkawinan semerga hanya bisa dilangsungkan jika beru istri diganti dengan beru ibu suami, pada waktu perjabun anak pertama dan mengket rumah simbaru. Pada akhirnya, perkawinan semerga dianggap tabu dan melanggar hukum adat perkawinan. Akan bergeser menuju penyesuaian hukum adat perkawinan yang baru yang lebih fleksibel dalam arena budaya mereka.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectKekerabatanen_US
dc.subjectSangkep Nggeluhen_US
dc.subjectPerkawinanen_US
dc.subjectMerga Silimaen_US
dc.titlePerkawinan Semerga (Studi Etnografi Mengenai Merga Silima Masyarakat Karo di Desa Sugau, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM100905002
dc.identifier.nidnNIND0017076006
dc.identifier.kodeprodiKODEPRODI82201#Antropologi Sosial
dc.description.pages152 Halamanen_US
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record