dc.description.abstract | Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari aktivitas
keagamaan atau yang biasa di sebut dengan kegiatan religi. Berbagai kegiatan
bahkan upacara peringatan dilakukan diberbagai wilayah setiap Negara, dengan
tujuan yang sama, yaitu untuk memperoleh kasih sayang dan kebahagiaan dari
sang pencipta. Demikian halnya dengan Negara Jepang yang memiliki berbagai
macam kegiatan keagamaan. Masyarakat berpikir serta merasa dan bertindak
didorong oleh kepercayaan (religion) pada tenaga-tenaga gaib yang diyakini
mengisi, menghuni seluruh alam semesta dalam keadaan yang seimbang. Tiap
tenaga gaib itu merupakan bagian dari keseluruhan hidup jasmaniah dan rohaniah.
Keseimbangan yang harus ada dan tetap dijaga, apabila terganggu maka harus
dipulihkan. Memulihkan keseimbangan ini berwujud dalam beberapa upacara,
pantangan dan ritus-ritus. Kegiatan-kegiatan upacara atau perayaan yang
dilakukan tidak selalu dilaksanakan dari segi religi saja, tetapi berdampingan
dengan kegiatan budaya. Karena antara religi dan budaya hampir memiliki
kesamaan, namun berbeda antara pengertian maupun pelaksanaannya. Begitu pula
dengan Shinto dimasyarakat Jepang sendiri meyakini bahwa dalam ajaran yang
merupakan perpaduan antara paham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan
terhadap gejala – gejala alam mempercayai bahwasannya semua benda baik yang
hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadangkadang
dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan
penganut Shinto. Mereka beranggapan bahwa alam ini sakti dan diperkuat lagi
oleh tabu- tabu dan kegaiban. Shinto mengakui adanya Dewa bumi dan Dewa
langit (Dewa surgawi) dan Dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari
(Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi kamakmuran dan
kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian. Oleh karena itu masyarakat
di Jepang sangat mempercayai ritus-ritus yang dilakukan dalam ajaran Shinto
terutama untuk memuja Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan
dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian
(beras). Salah satu cara penghormatan untuk pemujaan terhadap Dewi Matahari
(Ameterasu Omikami) inilah yang dinamakan dengan Saikeirei. Saikeirei adalah
suatu penghormatan kepada Dewi Matahari dengan cara membungkukkan badan
mengarah pada matahari terbit yang dilakukan masyarakat Jepang pada Bulan Juli
dan Agustus. Masyarakat di Jepang memuja Dewi Matahari dengan cara
penghormatan ke arah matahari. Untuk itu kepada mataharilah mereka
beranggapan bahwa sangat penting matahari untuk pertanian mereka yang ada
didaerah pertanian tersebut. Dengan cara ini mereka mengungkapkan rasa
bersyukur dan terima kasih kepada Dewi Matahari dengan penghormatan mereka
yang tinggi terhadap makanan khususnya beras. Bila saja mereka tidak melakukan
hal tersebut maka akibat yang mereka dapatkan seperti kutukan bencana,
marabahaya dan kemarahan oleh Kami (dewa). Seperti bencana alam atau gagal
panen yang umum terjadi, tetapi tidak cenderung dikaitkan dengan kemarahan
atau kutukan dari Tuhan. Para petani juga menganggap bahwa menanam padi dalah pekerjaan yang suci, dan untuk peningkatan produksinya, selain terampil
dalam teknologi, mereka juga percaya pada Kami (dewa) akan memberikan hasil
panen yang melimpah pada mereka. Ruang lingkup permasalahan dalam
penelitiaan ini adalah untuk mengetahui kearifan lokal dan dampak budaya
Saikeirei bagi masyarakat Jepang. Dalam penelitian ini saya menggunakan
metode kepustakaan dan dari internet untuk mengaji data dan mndapatkan datadata
atau informasi yang dibutuhkan. Tujuan penulisan ini adalah untuk
mendeskripsikan kearifan lokal dalam budaya Saikeirei dan untuk
mendeskripsikan dampak budaya Saikeirei terhadap masyarakat petani di Kyushu.
Setelah membaca buku-buku yang berhubungan dengan topik skripsi ini, penulis
membandingkan teori yang ada kemudian menganalisisnya untuk selanjutnya
digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori yang saya pakai
adalah teori kearifan lokal. Karifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan
asli suatu masyarakat yang berhasil dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur
tataan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal yang bersumber dari nilai budaya
yang dimanfaatkan untuk menata suatu kehidupan kelompok tersebut. Tatanan
kehidupan berkenaan dengan interaksi manusia dengan Tuhan, interaksinya
dengan alam, dan interaksinya dengan masyarakat. Itu berarti ada norma, aturan,
dan etika yang harus diikuti oleh manusia untuk berhubungan dengan sang
pencipta agar Dia memberikan berkatnya kepada kita umat manusia. Dan juga
menggunakan teori orientasi nilai budaya atau theory oreantation value of culture,
soal-soal yang paling tinggi nilainya dalam kehidupan manusia dan yang ada
dalam tiap kebudayaan didunia ini menyangkut paling sedikit lima hal, yakni : makna hidup manusia, persoalan hubungan manusia dengan alam sekitarnya,
persoalan waktu, atau persepsepsi manusia terhadap waktu persoalan mengenai
pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia dan hubungan manusia dengan
manusia lainnya. Saikeirei memiliki kearifan lokal yang dipercayai oleh
masyarakat petani di Kyushu ialah secara keseluruhan mulai dari tahapan hingga
unsur-unsur penyembahannya ada beberapa kearifan lokal yang terdapat dalam
saikeirei ini yaitu kebersamaan, kebersamaan, menghargai alam dan menghargai
roh leluhur. | en_US |