dc.description.abstract | Jepang adalah salah satu negara maju yang memiliki kebudayaan
beragam-ragam hingga tidak terlepas dari munculnya fenomena-fenomena yang
beragam pula. Seperti fenomena ikumen yang marak diperbincangkan beberapa
tahun terakhir. Ikumen menjadi fenomena karena berbanding terbalik dengan citra
pria Jepang yang dikenal sebagai salaryman. Salaryman pergi di pagi hari, pulang
larut malam karena lembur dan tak jarang menghabiskan hari libur untuk bersama
atasan atau klien. Dengan begitu dapat diketahui bahwa seorang ayah di Jepang
adalah seseorang yang sangat sibuk dan tidak memiliki waktu untuk bersama anak
dan istri.
Ikumen berasal dari kata Ikuji yang berarti mengasuh dan Men yang berarti
pria. Istilah ikumen diperuntukan bagi ayah yang ikut berpartisipasi mengasuh
anaknya. Ikumen awalnya disebut sebagai kelompok minoritas yang relatif baru,
yaitu ayah yang cuti untuk merawat anak. Sekarang ikumen telah memiliki makna
yang lebih luas lagi yang menyertakan para ayah yang aktif terlibat dalam
mengasuh anak-anak.
Fenomenologi sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif tumbuh dan
berkembang dalam bidang sosiologi, menjadikan pokok kajiannya fenomena yang
tampak sebagai subjek penelitian. Dalam konteks penelitian kualitatif, fenomena
merupakan sesuatu yang hadir dan muncul dalam kesadaran peneliti dengan
menggunakan cara tertentu, sesuatu menjadi tampak dan nyata. Penelitian
fenomenologi selalu difokuskan pada menggali, memahami, dan menafsirkan arti
fenomena, peristiwa, dan hubungannya dengan masyarakat dalam situasi tertentu.
Tujuan dari fenomenologi adalah untuk menerangkan bagaimana objek
pengamatan dituangkan dalam perbuatan pikiran dari mengamati, begitu juga
untuk perasaan, imajinasi dan lain-lain. Hal yang penting adalah “bagaimana”, maksudnya adalah bagaimana suatu hal bisa terjadi. Maka dari itu penulis
menggunakan pendekatan fenomenologi untuk mengetahui bagaimana fenomena
ikumen dapat terjadi di masyarakat Jepang.
Penyebab munculnya fenomena ikumen didasari oleh beberapa faktor yang
saling berkaitan. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, sekitar tahun 1950-an
sampai dengan tahun 1980-an, Jepang mencapai titik tertinggi pertumbuhan
ekonomi. Namun, pada awal tahun 1990-an sampai dengan memasuki awal tahun
2000-an, ekonomi Jepang mengalami penurunan tajam dan hal ini disebut dengan
ekonomi gelembung.
Akibat resesi ekonomi ini, untuk pertama kalinya Jepang mengalami
penurunan tenaga kerja. Kondisi perekonomian yang kian menurun
mengakibatkan banyak perusahaan yang menetapkan sistem pekerja kontrak
dibandingkan sistem pekerja tetap. Hal ini menyebabkan wanita turut mengambil
peran dalam bekerja. Tidak hanya mendorong wanita yang belum menikah untuk
bekerja, tetapi juga wanita yang telah menikah dan berkeluarga. Karena wanita
sibuk dengan pekerjaan di luar rumah, hal ini membuat para ayah ikut berperan
dalam mengasuh anak mereka. Lalu pada bulan Juni 2010, Kementrian Kesehatan,
Tenaga Kerja dan, Kesejahteraan mengeluarkan kampanye ikumen project.
Tujuan ikumen project adalah agar wanita tetap dapat mempertahankan
pekerjaan mereka, keseimbang hidup bagi para ayah dan juga harapan agar dapat
meningkatkan kelahiran di Jepang. Kampanye ini berusaha untuk memberikan
citra positif orang tua yang ikut aktif dalam merawat anak-anak mereka.
Fenomena ikumen terjadi di kota-kota metropolitan atau kota besar di
Jepang dengan perkembangan ekonomi yang tinggi. Pada Agustus 2011, ada lebih
dari 400 ayah mengaku bahwa dirinya merupakan ikumen. Lalu pada tahun 2013
meningkat menjadi 1.684 ayah yang dimana 62,5% di antaranya adalah ayah
berumur 30-an dan setengahnya berasal dari Tokyo. Seiring ikumen menjadi
semakin terkenal, berbagai acara untuk mengasuh anak oleh ayah dan ibu mulai
bermunculan. Dari acara lokal yang tergolong kecil sampai berskala besar.
Festival Mengasuh (Ikufes) dimulai sejak tahun 2010 adalah acara besar yang
berbasis di Tokyo dan dilaksanakan selama dua hari. Acara ini diselenggarakan oleh majalah FQ Japan dan disponsori oleh Kementrian Ekonomi, Perdagangan
dan Industri. Isi acara terdiri dari talk show dengan selebritis, macam-macam
kelas, pemotretan foto keluarga, barang-barang rumah tangga, dan undian
kesempatan untuk memenangkan berbagai item kebutuhan rumah tangga.
Kemudian ada juga acara Ikumen of The Year yang disponsori oleh Ikumen
Project.
Bagi para ikumen sendiri, dengan menjadi seorang ikumen ia mendapat
hal-hal positif. Dia dapat mempelajari dan melakukan hal-hal yang berkaitan
dengan mengasuh anak dan pekerjaan domestik. Ikumen sendiri mendapat pro dan
kontra dari masyarakat. Sebagian besar banyak beranggapan bahwa menjadi
ikumen adalah hal yang aneh karena adanya stereotip yang sudah lama melekat di
masyarakat Jepang, bahwa tugas ayah adalah sebagai pencari nafkah yang
tergambar jelas dari salaryman, dan ibu adalah orang yang dianggap
bertanggungjawab dalam mengurus anak membuat ikumen tidak sepenuhnya
dapat diterima oleh masyarakat. | en_US |