dc.description.abstract | Nanggroe Aceh Darussalam merupakan propinsi paling barat di Indonesia dengan julukan
kota Serambi Mekah yang terkenal dengan budaya dan sumber daya alamnya. Namun
berbicara tentang Nanggroe Aceh Darussalam yang beribukota Banda Aceh
mengingatkan kita pada dua kejadian besar yaitu antara tsunami yang menghantam
sebagian wilayah pantai tepatnya hari Minggu 26 Desember 2006 dan perdamaian GAM
dengan RI lewat proses Helsinki Meeting yang ditanda tangani Senin 15 Agustus 2005.
Keduanya telah membawa kerugian dan keuntungan kepada sebahagian masyarakat di
Aceh. Diantara keperluan yang mutlak dilakukan dalam hal ini adalah membangun
kembali untuk para korban gempa dan tsunami, memberikan dana pemberdayaan kepada
korban konflik sesuai dengan kapasitas dan posisinya masing-masing, membangun
semua infrastruktur baik yang hancur dan rusak karena gempa dan tsunami maupun
karena faktor lain, merevisi Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsingki dan menjalankan
kandungannya dengan sempurna dan memprioritaskan tegaknya Syariat Islam yang
lengkap dan sempurna di NAD.
Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, memiliki banyak
tuntutan yang harus dilaksanakan sesuai dengan arahnya menuju kota metropolitan,
sebagaimana yang tercantum dalam visi kota Banda Aceh. Sesuai dengan kondisi pada
saat ini, provinsi NAD memberikan kontribusi yang tidak sedikit kepada perekonomian
Indonesia. Kontribusi tersebut berasal dari berbagai macam aspek, seperti hasil sumber
daya alam, perkebunan, pariwisata, dan lain-lain. Dapat dimaklumi apabila Aceh menjadi
salah satu komoditi perdagangan agro baik migas maupun non migas yang penting di
kawasan Asia Tenggara pada tahun 2003 sesudah diberlakukannya pasar bebas Asia
AFTA (Asean Free Trade Acociation). | en_US |