Show simple item record

dc.contributor.advisorSihombing, Amin
dc.contributor.authorRahmadani, Astrid Nabilla
dc.date.accessioned2018-11-22T03:16:16Z
dc.date.available2018-11-22T03:16:16Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8478
dc.description.abstractEtika dan tata cara yang digunakan saat makan pasti memiliki perbedaan di setiap belahan dunia. Di Jepang, etika dan tata cara makan yang akan dibahas adalah restoran tradisional yang menggunakan tatami. Tatami adalah sebuah material penutup lantai tradisional berupa tikar yang berasal dari Jepang. Tatami dibuat dari tenunan alang-alang dan kain sebagai penutup di bagian ujung. Cukup banyak restoran-restoran khas Jepang yang ada di Indonesia menggunakan konsep tatami ini. Ruangan tatami ini memiliki ukuran yang berbeda, ruangan kecil muat untuk 5 atau 6 orang, ada yang ruangannya bisa digabung dengan cara membuka sekat pintu dan ada juga yang ruangannya memanjang untuk bisa masuk 16 sampai 20 orang. Orang Jepang mulai makan nasi sejak Zaman Jomon. Pada Zaman Nara pengaruh kuat kebudayaan Cina memengaruhi masakan atau makanan Jepang sehingga teknik memasak dari Cina mulai dipakai untuk mengolah bahan makanan lokal. Masakan Jepang terus berkembang dengan pengaruh dari daratan Cina pada Zaman Heian. Aliran memasak dan etiket makan berkembang dikalangan bangsawan. Di Zaman Kamakura selain makanan, mulai populernya tradisi minum teh dan ajaran Zen. Pada Zaman ini, masakan dan makanan mulai dibentuk dalam porsi kecil dan menjadi makanan resepsi yang disebut juga dengan kaiseki. Memasuki Zaman Muromachi, kalangan samurai ikut dalam urusan masak-memasak di istana kaisar. Tata krama sewaktu makan juga semakin berkembang. Aliran etiket Ogasawara yang masih dikenal sekarang bermula dari etiket kalangan samurai dan bangsawan Zaman Muromachi. Di Zaman Edo, kebudayaan orang kota berkembang sangat pesat. Pada Zaman Edo makanan dinikmati secara santai sambil meminum sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan Kaiseki atau masakan Honzen. Alat makan dari keramik atau porselen mulai banyak digunakan dan diberi hiasan berupa gambargambar artistik. Masakan Jepang modern adalah penyempurnaan dari masakan Zaman Edo. Daimyo dari seluruh Jepang mengenal kewajiban Sankin Koutai. Pada awal zaman Meiji, masakan Eropa mulai dikenal orang Jepang yang melakukan kontak sehari-hari dengan orang asing. Akibat dari gempa bumi Kanto yang memakan korban jiwa besar-besaran, juru masak pewaris tradisi masakan Edo ikut menjadi berkurang, dan tradisi masakan Honzen mulai memudar. Etiket makan mulai longgar, dan orang-orang Jepang semakin menyukai suasana makan dengan santai sewaktu makan. Itulah sejarah makanan masyarakat di Jepang. Pada umumnya, bahan-bahan masakan Jepang berupa: beras, hasil pertanian (sayuran dan kacang-kacangan), dan makanan laut. Bumbu berupa dashi yang dibuat dari konbu, ikan dan shiitake, ditambah miso dan shōyu. Berbeda dengan masakan negara-negara lain, makanan Jepang sama sekali tidak menggunakan bumbu berupa rempah-rempah dan penyedap dari biji-bijian. Dalam hal penyajian hidangan, dalam masakan Jepang tidak dikenal perbedaan antara tata cara penyajian di rumah dengan tata cara penyajian di restoran. Jamuan makan dan kaiseki merupakan pengecualian karena makanan disajikan secara bertahap. Berikut adalah jenis-jenis makanan khas Jepang: (1) Makanan khas Jepang yang bercampur makanan Barat seperti: sarada udon, gyouza, dan butashougayaki. (2) Makanan khas Jepang seperti: onigiri, sushi, mochi, dll. Bumbu dan bahan yang digunakan pun bermacam-macam seperti: katsuboshi, nori, shoyu, miso, dll. Dalam menyantap makanan di Jepang, etika dan tata cara makan ada 2. Jika diundang makan dengan orang penting seperti atasan atau mertua, kita menggunakan etika dan tata cara yang formal. Melakukan semua hal secara perlahan, sopan dan selalu mendahulukan orang yang lebih tua atau dihormati. Aturan-aturan makan pun sangat diutamakan dalam situasi seperti ini. Cara duduk, memegang sumpit, dan menuangkan sake pun sangat perlu diperhatikan agar tidak menyinggung tamu atau orang yang dihormati. Berbeda dengan situasi tidak formal ketika diajak makan oleh teman atau keluarga. Semua hal tetap dilakukan secara perlahan dan sopan. Etika makan sendiri memiliki manfaat guna meningkatkan rasa percaya diri. Dengan mengetahui jabaran umum tentang etika makan di meja makan, maka tidak perlu lagi merasa canggung saat makan bersama orang asing. Dengan adanya standar aturan yang umum pada etika makan bisa menjadi acuan untuk mengajarkan sopan santun. Dimanapun sopan santun tetap harus dijalankan karena banyak orang yang sangat terpikat dengan sopan santun dan budi bahasa. Mengetahui perbedaan inilah tujuan dari skripsi ini. Semoga menjadi manfaat bagi pembaca.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Sumatera Utaraen_US
dc.subjectEtika Makanen_US
dc.subjectTata Cara Makanen_US
dc.subjectMasyarakat Jepangen_US
dc.titleAnalisis Terhadap Etika dan Tata Cara Makan Masyarakat Jepangen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nimNIM140708094en_US
dc.identifier.submitterZulhelmi
dc.description.typeSkripsi Sarjanaen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record