dc.description.abstract | Etika dan tata cara yang digunakan saat makan pasti memiliki perbedaan
di setiap belahan dunia. Di Jepang, etika dan tata cara makan yang akan dibahas
adalah restoran tradisional yang menggunakan tatami.
Tatami adalah sebuah material penutup lantai tradisional berupa tikar yang
berasal dari Jepang. Tatami dibuat dari tenunan alang-alang dan kain sebagai
penutup di bagian ujung. Cukup banyak restoran-restoran khas Jepang yang ada di
Indonesia menggunakan konsep tatami ini. Ruangan tatami ini memiliki ukuran
yang berbeda, ruangan kecil muat untuk 5 atau 6 orang, ada yang ruangannya bisa
digabung dengan cara membuka sekat pintu dan ada juga yang ruangannya
memanjang untuk bisa masuk 16 sampai 20 orang.
Orang Jepang mulai makan nasi sejak Zaman Jomon. Pada Zaman Nara
pengaruh kuat kebudayaan Cina memengaruhi masakan atau makanan Jepang
sehingga teknik memasak dari Cina mulai dipakai untuk mengolah bahan
makanan lokal. Masakan Jepang terus berkembang dengan pengaruh dari daratan
Cina pada Zaman Heian. Aliran memasak dan etiket makan berkembang
dikalangan bangsawan. Di Zaman Kamakura selain makanan, mulai populernya
tradisi minum teh dan ajaran Zen. Pada Zaman ini, masakan dan makanan mulai
dibentuk dalam porsi kecil dan menjadi makanan resepsi yang disebut juga
dengan kaiseki. Memasuki Zaman Muromachi, kalangan samurai ikut dalam
urusan masak-memasak di istana kaisar. Tata krama sewaktu makan juga semakin
berkembang. Aliran etiket Ogasawara yang masih dikenal sekarang bermula dari
etiket kalangan samurai dan bangsawan Zaman Muromachi. Di Zaman Edo,
kebudayaan orang kota berkembang sangat pesat. Pada Zaman Edo makanan
dinikmati secara santai sambil meminum sake, dan tidak mengikuti tata cara
makan formal seperti masakan Kaiseki atau masakan Honzen. Alat makan dari
keramik atau porselen mulai banyak digunakan dan diberi hiasan berupa gambargambar
artistik. Masakan Jepang modern adalah penyempurnaan dari masakan
Zaman Edo.
Daimyo dari seluruh Jepang mengenal kewajiban Sankin Koutai. Pada
awal zaman Meiji, masakan Eropa mulai dikenal orang Jepang yang melakukan
kontak sehari-hari dengan orang asing. Akibat dari gempa bumi Kanto yang
memakan korban jiwa besar-besaran, juru masak pewaris tradisi masakan Edo
ikut menjadi berkurang, dan tradisi masakan Honzen mulai memudar. Etiket
makan mulai longgar, dan orang-orang Jepang semakin menyukai suasana makan
dengan santai sewaktu makan. Itulah sejarah makanan masyarakat di Jepang.
Pada umumnya, bahan-bahan masakan Jepang berupa: beras, hasil
pertanian (sayuran dan kacang-kacangan), dan makanan laut. Bumbu berupa dashi
yang dibuat dari konbu, ikan dan shiitake, ditambah miso dan shōyu. Berbeda
dengan masakan negara-negara lain, makanan Jepang sama sekali tidak
menggunakan bumbu berupa rempah-rempah dan penyedap dari biji-bijian.
Dalam hal penyajian hidangan, dalam masakan Jepang tidak dikenal perbedaan
antara tata cara penyajian di rumah dengan tata cara penyajian di restoran. Jamuan
makan dan kaiseki merupakan pengecualian karena makanan disajikan secara
bertahap.
Berikut adalah jenis-jenis makanan khas Jepang: (1) Makanan khas Jepang
yang bercampur makanan Barat seperti: sarada udon, gyouza, dan butashougayaki.
(2) Makanan khas Jepang seperti: onigiri, sushi, mochi, dll. Bumbu dan bahan
yang digunakan pun bermacam-macam seperti: katsuboshi, nori, shoyu, miso, dll.
Dalam menyantap makanan di Jepang, etika dan tata cara makan ada 2.
Jika diundang makan dengan orang penting seperti atasan atau mertua, kita
menggunakan etika dan tata cara yang formal. Melakukan semua hal secara
perlahan, sopan dan selalu mendahulukan orang yang lebih tua atau dihormati.
Aturan-aturan makan pun sangat diutamakan dalam situasi seperti ini. Cara duduk,
memegang sumpit, dan menuangkan sake pun sangat perlu diperhatikan agar
tidak menyinggung tamu atau orang yang dihormati. Berbeda dengan situasi tidak
formal ketika diajak makan oleh teman atau keluarga. Semua hal tetap dilakukan
secara perlahan dan sopan.
Etika makan sendiri memiliki manfaat guna meningkatkan rasa percaya
diri. Dengan mengetahui jabaran umum tentang etika makan di meja makan, maka
tidak perlu lagi merasa canggung saat makan bersama orang asing. Dengan
adanya standar aturan yang umum pada etika makan bisa menjadi acuan untuk
mengajarkan sopan santun. Dimanapun sopan santun tetap harus dijalankan
karena banyak orang yang sangat terpikat dengan sopan santun dan budi bahasa.
Mengetahui perbedaan inilah tujuan dari skripsi ini. Semoga menjadi manfaat
bagi pembaca. | en_US |