Analisis Hukum Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan atau Bangunan di Kabupaten Humbang Hasundutan
View/ Open
Date
2018Author
Marbun, Novita Dameria
Advisor(s)
Ginting, Budiman
Bastari
Barus, Utary Maharany
Metadata
Show full item recordAbstract
The increase in the development in various fields triggers the need for land
and buildings whereas they are very limited. Since land and buildings are very
crucial for human life, it is natural if the acquisition of land and building is taxable
with BPHTB (Duty on Land and Building Right Acquisition). The research problems
were as follows: how about the regulation on BPHTB levying system on land and/or
building transact, how about the regulation on the role of PPAT/Notary on BPHTB
levying on land and building transact in Humbang Hasundutan Regency, and how
about fulfilling the principle of Justice in imposing sanction on PPAT in signing land
and building transact with unpaid BPHTB in Humbang Hasundutan Regency.
The research used juridical normative and descriptive analytic method with
socio-juridical empirical which studied legal provisions is a certain society.
Descriptive analysis was aimed to describe and explain the data in narrative form.
The result of the research shows that in its implementation BPHTB uses selfassessment
system and its official system as the verification system is done by the
Regent of Humbang Hasundutan in his Directive No. 26/2012. The official system,
related to the principle of law, Lex Inferiori derogat Lex Superiori, has violated the
prevailing law and regulation. PPAT/Notary plays a significant role in levying
BPHTB because, as a public official, he deals with land transact; he will sign it after
its BPHTB is paid off by the taxpayer. PPAT/Notary will sign a deed of land and
building transfer after the taxpayer submits the evidence of tax payment. The
imposition of sanction on PPAT in signing the deed of land and building transfer with
unpaid BPHTB in Humbang Hasundutan Regency does not fulfill the principle of
justice since there is the difference in the type of sanction between interim PPAT and
specific PPAT. A PPAT who violates against the regulation is imposed the sanction in
fine of Rp. 7,500,000 (seven million five hundred thousand rupiahs). The sanction is
not imposed on Specific PPAT and interim PPAT, whereas the three of them are the
same PPAT according to PP No. 37/1998 on the Regulation on PPAT Position.
Besides that, PPAT/Notary also plays his role in helping taxpayers calculate the
amount of BPHTB. Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang,menyebabkan
meningkatnya keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Sedangkan tanah
dan atau bangunan persediaannya sangat terbatas. Mengingat pentingnya tanah dan
atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi
atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan
atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan
pajak oleh negara. Pajak yang dimaksud adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
atau Bangunan (BPHTB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan
diteiti dalam penelitian ini yaitu : Bagaimanakah ketentuan sistem pemungutan
BPHTB terhadap transaksi jual beli tanah dan atau bangunan, Bagaimana ketentuan
tentang peranan PPAT/Notaris dalam pemungutan BPHTB atas transaksi Jual-Beli
Tanah dan bangunan di Kabupaten Humbang Hasundutan, dan bagaimana
pemenuhan prinsip keadilan dalam ketentuan tentang Sanksi terhadap PPAT atas
penandatanganan akta Jual Beli Tanah dan Bangunan yang belum dibayaran BPHTB
nya di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis Normatif dan
spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitis.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-Yuridis
dengan tipe empiris dan sifat penelitian deskriptif. Pendekatan sosio-Yuridis dengan
tipe empiris adalah penelitian yang mengkaji aturan hukum dengan kondisi di
masyarakat mana aturan diberlakukan dan sebagaimana hukum itu berlaku di
masyarakat.Sedangkan sifat penelitian deskriptif adalah menguraikan,
menggambarkan dan menjelaskan data yang diperoleh dalam bentuk narasi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa BPHTB dalam
pelaksanaannya menggunakan sistem self assessment, kemudian dibuatnya Verifikasi
sistem yaitu Officisial System dalam peraturan Bupati Humbang Hasundutan Nomor
26 Tahun 2012 keberadaan peraturan Bupati ini dikaitkan dengan asas hukum Lex
inferiori derogat Lex Superriori, telah menyalahi aturan hukum yang ada.
PPAT/Notaris memiliki peranan yang signifikan dalam pemungutan BPHTB karena
PPAT/Notaris adalah pejabat umum yang terkait dengan transaksi jual beli tanah,
PPAT/Notaris akan menandatangani akta otentik setelah pajak BPHTB tersebut
dibayar lunas oleh Wajib Pajak. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat
menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib
Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Pemenuhan Prinsip Keadilan dalam
ketentuan tentang sanksi bagi PPAT atas penandatanganan akta Jual-Beli Tanah dan
Bangunan yang belum dibayarkan BPHTB nya di Kabupaten Humbang Hasundutan
tidak memenuhi prinsip keadilan, karena sanksi yang dikeluarkan PPAT/Notaris,
PPAT Sementara dan PPAT Khusus tidak sama, Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan tersebut di atas dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). PPAT Khusus
Maupun PPAT Sementara tidak dikenakan Sanksi,padahal ketiga-tiganya sama-sama
PPAT Sesuai dengan PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT. Selain
itu PPAT/Notaris juga berperan dalam membantu Wajib Pajak menghitung besarnya
BPHTB.
Collections
- Master Theses (Notary) [2197]